KHSblog.net- Kunci Harmoni Rumah Tangga: Dekati Allah.
Berumah tangga sudah berapa lama? Lima tahun? Sepuluh tahun? Lima belas tahun? Atau sudah lebih dari 20 tahun? itu artinya kita sudah membersamai suami atau istri serta anak-anak kita sepanjang kurun waktu itu. Sepanjang itulah kita beribadah. Beribadah dengan menikah.
Bersyukur bagi yang sudah menikah. Membangun rumah tangga yang kokoh karena cinta-Nya. Bagi para jomblo yang belum menikah, semoga tiba waktu yang terbaik dari-Nya dengan jodoh terbaik.
Berikut ini tulisan dari salah satu teman di komunitas alumni menulis yang diasuh oleh Bapak Cahyadi Takariawan, saya share ulang di sini, semoga bermanfaat.
Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS), sepanjang tahun 2024, di Indonesia terjadi 394.608 kasus
perceraian. Penyebab perceraian terbanyak adalah perselisihan dan pertengkaran terus-menerus, mencapai 61,7% dari total kasus. Faktor ekonomi menyusul di posisi kedua, disusul fenomena modern seperti “ghosting”, yakni meninggalkan pasangan tanpa kabar, yang mencatat 8,4% penyebab perceraian. Meski angka ini menurun dibanding tahun sebelumnya, tetap menjadi alarm sosial yang memprihatinkan.
Perselisihan atau pertengkaran menjadi penyebab terbanyak setidaknya ini menunjukkan kurang atau tidak adanya kedekatan antara suami dan istri.
Hari ini, saya menemukan sebuah gambar yang menarik di sebuah media sosial. Gambar yang dapat Anda lihat di atas. Gambar sebuah segitiga dengan nama di dalamnya: Allah, suami, dan istri.
Gambar segitiga sederhana yang memperlihatkan relasi antara suami, istri, dan Allah tersebut mungkin bisa menjadi Solusi untuk problem relasi suami dan istri. Problem relasi yang menjadi penyebab perceraian terbanyak.
Dalam ilustrasi tersebut, suami dan istri digambarkan berada di dua sisi bawah segitiga, sementara Allah berada di puncaknya. Semakin keduanya mendekat kepada Allah, maka otomatis mereka pun semakin mendekat satu sama lain. Sebaliknya, saat masing-masing menjauh dari Allah, hubungan keduanya pun makin renggang dan jauh.
Pesan ini begitu dalam namun sangat relevan. Banyak pasangan yang terjebak pada urusan dunia semata, finansial, karier, gaya hidup, hingga gengsi sosial. Padahal, rumah tangga bukan hanya soal berbagi atap, tapi tentang membangun pondasi spiritual bersama. Ketika Allah dijadikan poros utama, maka setiap konflik tak akan jadi alasan untuk menjauh, tapi justru menjadi jalan untuk lebih memahami, memaafkan, dan memperbaiki diri.
Mendekat kepada Allah bukan hanya soal ibadah formal seperti salat dan puasa, tetapi juga tentang bagaimana nilai-nilai ilahi itu hadir dalam keseharian rumah tangga. Kejujuran, kesabaran, kasih sayang, saling menghargai, dan pengendalian diri adalah manifestasi nyata dari keimanan. Seorang suami yang takut kepada Allah tak akan ringan tangan atau kasar dalam bicara. Seorang istri yang menjadikan Allah sebagai pusat cintanya, tak akan membalas dengan amarah ketika menghadapi kekurangan pasangannya.
Rumah tangga ibarat perjalanan mendaki. Jika suami dan istri sama-sama naik menuju Allah, mereka akan saling mendekat. Namun jika salah satunya diam, atau bahkan turun, maka jarak emosional pun semakin melebar. Inilah mengapa spiritualitas menjadi kunci harmoni. Ia bukan aksesori, tapi fondasi.
Perceraian bisa saja tetap terjadi, bahkan dalam rumah tangga yang religius. Tapi setidaknya, dengan mendekat pada Allah, setiap masalah dihadapi bukan dengan emosi semata, melainkan dengan kesadaran akan tanggung jawab, hikmah, dan niat memperbaiki.
Gambar segitiga tadi bukan sekadar ilustrasi, melainkan cermin sederhana dari sebuah prinsip besar: semakin kita dekat kepada Allah, semakin erat pula hubungan kita dengan pasangan. Dan di situlah letak kunci harmoni yang sejati.
.
.
Uripwid
TSM, 02/06/25
baca juga :