Skip to main content

8 Hari yang Istimewa (4)

8 Hari yang Istimewa

Part #4

“Kelas berapa dek?” Tanyaku pada seorang anak perempuan yang duduk di depan lobi hotel.

“Lima…”, jawabnya singkat.

Sambil saya lihat lagi sekelilingnya. Rupanya dia isoman ke Hotel Asrama Haji sendirian. Hati semakin pilu. Kelas lima usia anak pertama saya. Yang hari ini berangkat swab ke Puskesmas beserta uyut, bapak dan ibu.

Usia kelas lima tanpa didampingi  siapapun. Karena kedua orang tuanya negatif. Saya dan si kecil duduk di dekat anak itu. Meisya namanya. Raut wajahnya nampak kebingungan. Lalu saya cek apakah dia bawa ponsel. Ternyata tidak dibawakan kedua orang tuanya ponsel. Katanya ponselnya cuma satu dipakai kerja. Padahal tamu yang masuk hotel di awal setelah cek kesehatan harus scan barcode untuk mendapat informasi update jadwal di hotel. Meisya tamu yang datang ke hotel di hari kedua saya di sini. Dia diantar isoman pukul 14.00 an. Diantar mandiri oleh kedua orang tuanya.

“Nanti bapak ibu ke sini sore ngantar keperluan”, kata Meisya pelan.

Aku kemudian menyarankan ke Meisya, “Nanti bilang bapak ibu ya, butuh ponsel untuk informasi di sini”. Gadis manis itu mengangguk membalas pesanku.

Alhamdulillah teman sekamarnya Meisya ternyata ibu Ayu dan suaminya dari Manukan Rejo. Beliau berdua yang membantu Meisya untuk mendampingi saat jam ambil jatah makan. Lega. Mesiya ada yang menemani dan mengarahkan untuk apa saja di sini.

Corona benar-benar tak pandang bulu menyapa siapa saja. Tak melihat usia. Tak memandang dari kasta/level mana. Begitupun kami yang selalu tertib protokol kesehatan. Bagi kawan-kawan yang masih belum merasakan incip covid 19, sayangi dirimu, keluarga, orang-orang di sekitar dengan tetap bermasker, jauhi kerumunan, serta cuci tangan dengan sabun.

——————-

Rabu, 9 Juni 2021

Seperti hari pertama dan kedua, di hari ketiga ini senam lebih banyak lagi pesertanya. Tamu hotel setiap hari selalu bertambah. Instruktur senam membunyikan pengeras suara. Instrumen musik senam mulai terdengar. Semua tamu hotel mulai bergerak pelan untuk pemanasan.

Belum lama berselang, ada tamu istimewa yang tiba-tiba muncul ikut gabung senam. Satu orang nampak se usia dengan bapak. Satu orang lagi usianya masih muda di bawah usia suami. Perkiraan 30 an tahun.  Keduanya begitu bersemangat ikut senam. Meneriaki tamu dengan ajakan senam.

“Yen pengen sehat ayo gerak, seng ora gerak muleh keri dewe” (Yang ingin sembuh ayo bergerak senam, yang tidak mau ikut gerak senam pulang paling akhir). Om Andi Asmara dan Pakdhe Hariyanto tamu istimewa itu.

Di barisan paling depan nampak pula ibu-ibu dan anaknya paling semangat gerakan senamnya. Beliau juga merespon teriakan dari Om Andi dan pakdhe. Ibu beserta anaknya ini berasal dari salah satu Rusun di Surabaya. Bu Ismi. Tiga hari di sini bu Ismi begitu gemasnya melihat si kecil. Camilan biskuit bayi diberikan bu Ismi kepada si kecil. Beliau meminta izin untuk foto dulu bareng saya dan si kecil.

“Buat kenang-kenangan”, kata Bu Ismi sambil tersenyum. Alhamdulillah beliau sudah negatif hasil swabnya. Karena masih menunggu putranya mas Zidan, beliau izin ke tim hotel untuk mendampingi. Aliran kata saling menyemangati diantara kami. Do’a terbaik agar segera negatif juga disampaikan beliau kepada kami sekeluarga.

Sejenak kami juga ngobrol dengan Om Andi dan pakdhe. Kalimat-kalimat humoris mengalir natural dari beliau berdua. Mengurai hati yang sedih dan pikiran yang kalut. Saling bertanya dan berbagi cerita masing-masing. Kami gayeng pagi itu.

Alhamdulillah teman baru di  tempat isoman. Teman yang saling menguatkan satu dengan yang lainnya. Belum ngobrol dengan Om Andi saja, lihat wajah dan logat ngomongnya sudah membuat tersenyum. Apalagi pakdhe yang begitu optimis saat berbicara. “Dinikmati saja…tetap berpikir positif di sini, insyaAllah segera negatif, saya saja sudah delapan hari di sini. Nah itu mbah kung malah sudah hampir dua minggu di sini”. Sambil menunjuk bapak yang nampak memutih rambutnya sambil jalan-jalan di halaman hotel.

Kamis, 10 Juni 2021

Semalaman saya berpikir mungkinkah bapak, uyut, ibu dan kedua anak yang di rumah juga positif hasilnya. Suami menasehati, dijalani saja semuanya. Takdir terbaik Gusti Allah. Sesaat kemudian ponsel suami berdering. Ternyata prasangka saya benar. Puskesmas mengabarkan bahwa hasil swab sudah keluar semua. Semuanya positif, kecuali uyut dan bapak. Allah Maha Baiknya. Meleleh, bulir air mata tak terasa jatuh. Berusaha menguatkan diri dengan mengalihkan kabar ini dengan sesuatu yang lain. Lantas saya keluar kamar untuk mencari udara segar.

Di rumah ibu dan kedua anak saya bersiap  untuk ke Puskesmas. Semua perlengkapan dibawa. Tak ketinggalan seragamnya untuk ujian hari Sabtu. Meskipun kondisi isoman saya berusaha untuk menguatkan anak pertama.

“Bismillah ya le insyaAllah lancar ujian hari Sabtu di tempat isoman”. Do’a saya.

-bersambung-

2 thoughts to “8 Hari yang Istimewa (4)”

Tinggalkan Balasan