Tangki Kesabaran. “Kapan ndang mrene ndhok?”, tanya mbah dhok kepada cucunya.
“Dua puluh hari lagi mugo korona e lungo yo dhok, ndang iso mrono”. Jawab anak perempuan saya.
Sore itu seperti biasanya, kami meluangkan waktu khusus untuk silaturrahim via video call dengan mertua. Sejak pandemi dan anjuran stay at home kami tak menjenguk bapak/emak mertua. Biasanya rutin sebulan sekali kami mengunjungi beliau. Sudah tiga bulan lamanya sejak pandemi.
Rasa rindu pasti sudah menumpuk. Menanti anak, menantu serta cucu. Melepas rindu tak bertemu. Video call memang hanya mewakili agar sedikit melegakan untuk bertanya kabar. Berbeda dengan silaturrahim, bertemu fisik. Saling melihat kondisi apakah kurus, atau kian menggemuk. Hingga meluapkan kerinduan bercerita tentang kabar masing-masing.
Sabar. Hanya itu senjata yang bisa dinasehatkan pada diri sendiri. Menahan rindu pulang menengok kampung halaman. Benarlah saat sabar itu ditanyakan, sabar sampai kapan? tak ada batasan. Entahlah kapan pandemi ini segera berlalu. Terus mengumpulkan dan mengisi tangki kesabaran. Semoga dengan sabar ini, wabah segera berbuah anugerah terindah.
#SHSB
#Day11