Khsblog.net- Setelah Pulang Umrah Harus Bagaimana? Alhamdulillah pada kesempatan hari ini kita masih diberikan kesehatan dan kekuatan oleh Allah untuk belajar (tholabul ilmy), mendengarkan tausiyah untuk saling mengingatkan dalam ketaatan. Berikut ini adalah catatan dari menyimak tausiyah bersama ustad Cahyadi Takariwan melalui online zoom yang membahas bagaimana cara menjaga ketika sudah pulang dari umroh. Yuk simak sampai habis ya, semoga bermanfaat dan berkah.
Pada beberapa hari yang lalu rombongan Wonderful Umroh bersama ustad Cahyadi Takariwan sudah melaksanakan rangkaian ibadah umroh. Suasananya nyaman, berangkat di sepuluh hari terakhir Ramadhan dan di awal Syawal cukup lengang.
Sudah kembali ke tanah air, bisa bertemu keluarga, sanak saudara dan tetangga. Sekembalinya dari tanah suci, teman dan tetangga bersilaturrahim untuk mendapatkan haknya yaitu meminta air zam-zam sekaligus didoakan.
Bagi sahabat yang sudah menjalankan ibadah umroh bersyukur sudah bisa ibadah umroh ke tanah suci. Nah, apa selanjutnya setelah pulang ibadah umroh? Ibadah Umroh adalah bagian dari ketaatan kepada Allah yang harus kita jaga keikhlasannya. Jadi ikhlas itu bukan hanya sedang ketika menjalani tetapi bagaimana menjaga keikhlasan setelahnya.
Sama seperti halnya yang namanya infaq itu bukan hanya saat memberikan infaq ketika itu, tetapi bagaimana menjaga keikhlasan setelah berinfaq.
Ikhlas itu ketika berusaha seikhlas mungkin saat memberikannya, namun tidak hanya sebatas itu tetapi setelahnya pun juga harus menjaga keikhlasan.
Demikian halnya menjalankan ibadah umroh tidak hanya saat menjalani ibadah di sana, namun usai itu juga harus ikhlas menjaganya.
Ada ibadah tertentu saat di Tanah Suci yang memang hanya khusus aku dan Allah saja yang tahu. Cerita tentang Ka’bah, Multazam, Rukun Yamani, serta cerita yang lain yang lazim kita ceritakan untuk memotivasi orang lain. Namun ada ibadah yang tidak perlu diceritakan ke orang lain hanya untuk Allah saja. Peristiwa yang hanya dia dan Allah yang tahu. Cukup disimpan saja.
Nah, setelah pulang umrah harus bagaimana?, berikut ini ustad Cahyadi menyampaikan apa saja yang harus dilakukan.
Yang paling utama adalah menjaga sikap istiqamah
Saat ibadah umroh maunya kita ke masjid saja. Sejenak kita ke hotel untuk jeda. Lantas ke masjid lagi. Pulang lagi sejenak istirahat dan berjuang lagi ke masjid, ke Hijr Ismail dst. Ustad Cahyadi menyaksikan Jamaah Wonderful Umroh membawa sedekah sedemikian semangat. Ibadah mahdhah yang luar biasa serta ibadah sosialnya. Memberikan sedekah kepada petugas masjid. Nah PR nya adalah sesudah pulang dari ibadah umroh.
Allah Ta’ala berfirman:
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Maka tetaplah kamu (pada jalan yang benar), sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertaubat bersama kamu. Dan janganlah kalian melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kalian kerjakan” (QS. Hud: 112)
Ibnu ‘Abbas Ra berkata:
مَا نُزِّلَ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ- آيَةً هِيَ أَشَدُّ وَلَا أَشَقُّ مِنْ هذِهِ الآيَةِ عَلَيْهِ، وَلِذلِكَ قَالَ لِأَصْحَابِه حِيْنَ قَالُوْا لَه: لَقَدْ أَسْرَعَ إِلَيْكَ الشَّيْبُ! فَقَالَ : شَيَّبَتْنِيْ هُوْدٌ وَأَخْوَاتُهَا
“Tidaklah ada satu ayat pun yang diturunkan kepada Rasulullah saw yang lebih berat dan lebih susah daripada ayat ini. Oleh karena itu, ketika beliau ditanya, ‘Betapa cepat engkau beruban’, beliau saw berkata kepada Sahabatnya, ‘Yang telah membuatku beruban adalah surat Hud dan surat-surat semisalnya
Istiqamah itu berat. Kalau ringan namanya istirahat.
Ayat ini ayat yang menyuruh agar bersikap istiqamah. Bagiamana sahabat mengomentari saat ayat ini diturunkan. Proses turunnya ayat ini berat. Semenjak turun ayat ini ubannya Nabi Muhammad Shallahu alaihi wassalam bertambah banyak.
Sampai ditanya oleh para sahabat mengapa Rasulullah cepat sekali beruban? “Saya dibuat beruban karena ayat untuk istiqomah” jawab Rasulullah. Tidak dengan saat ayat yang turun tentang perintah sholat, zakat dll. Proses turunnya ayat tentang istiqomah ini berat.
Apa yang dimaksud istiqamah?
Istiqamah adalah menempuh jalan yang lurus. Tidak hanya yang bercorak lahiriah. Membaca Al-Qur’an misalnya. Namun juga yang bercorak batiniah. Rasa sabar, rasa syukur kita. Istiqamah itu lahiriah dan batiniah.
“Istiqamah adalah menempuh jalan yang lurus dengan tidak berpaling kepada kesesatan” (Ibnu Rajab Al Hambali, Jami’ul Ulum wal Hikam)
“Istiqamah mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan (kepada Allah) lahir dan batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya” (Ibnu Rajab Al Hambali, Jami’ul Ulum wal Hikam)
Penggemblengan selama di Tanah Suci sebagai bentuk latihan yang harus diteruskan sampai pulang ke tanah air. Ada larangan ini dan larangan itu. Usai tahalul kita dibolehkan melakukannya. Ada hal-hal yang dilarang dan kita tidak melanggarnya.
Dasar istiqomah adalah ketetapan hati.
Setelah pulang umroh aku akan menjalankan ketaatan-ketaatan lagi. Ibarat setiap kali orang memasuki tahun baru orang-orang menuliskan resolusi. Sama dengan sepulang umroh, janji apa yang kamu lakukan kepada Allah. Sepulang umroh nanti aku akan terus berjuang untuk ketaatan kepada Allah.
“Dasar istiqamah adalah ketetapan hati” (Syaikh Abdur Razzaq Al-Badr, Asyru Qowa’id fil Istiqamah)
Kalau kita mampu menjaga istiqamah itu maka mendapatkan keutamaan:
- Fushilat ayat 30.
- إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka istiqamah pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.”
Buah Istiqamah
Malaikat akan memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang istiqamah. Mereka akan dikuatkan hatinya, dengan mengatakan “janganlah takut pada akhirat yang kamu hadapi dan jangan sedih dengan dunia yang kamu tinggalkan, malaikat akan menjaga dengan berbagai hal yang kamu tinggalkan” (wala takhofu, wala tahzanu)
Malaikat akan menemaninya di alam kubur, dan hari berbangkit.
Untuk orang yang mampu istiqamah, malaikat akan memberi kabar gembira padanya ketika maut menjemput, “Janganlah takut dan janganlah bersedih” (Tafsir Ibnu Katsir)
Mujahid, ‘Ikrimah, dan Zaid bin Aslam menafsirkan ayat tersebut: “Janganlah takut pada akhirat yang akan kalian hadapi dan janganlah bersedih dengan dunia yang kalian tinggalkan yaitu anak, keluarga, harta dan tanggungan utang. Karena para malaikat nanti yang akan mengurusnya.”
Begitu pula mereka diberi kabar gembira berupa surga yang dijanjikan. Dia akan mendapat berbagai macam kebaikan dan terlepas dari berbagai macam kejelekan. (Tafsir Ibnu Katsir)
Zaid bin Aslam mengatakan bahwa kabar gembira di sini bukan hanya dikatakan ketika maut menjemput, namun juga ketika di alam kubur dan ketika hari berbangkit. Inilah yang menunjukkan keutamaan seseorang yang istiqamah.
Al Hasan Al Bashri ketika membaca ayat di atas, ia pun berdo’a, “Allahumma anta rabbuna, farzuqnal istiqamah. Ya Allah, Engkau adalah Rabb kami. Berikanlah kepada kami istiqamah.” Istiqamah ini dikatakan rizqi oleh beliau .
Wasiat Nabi SAW
berkata,
- يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِى فِى الإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ – وَفِى حَدِيثِ أَبِى أُسَامَةَ غَيْرَكَ – قَالَ « قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ ».
“Wahai Rasulullah saw, ajarkanlah kepadaku dalam (agama) islam ini ucapan (yang mencakup semua perkara islam sehingga) aku tidak (perlu lagi) bertanya tentang hal itu kepada orang lain setelahmu. Rasulullah saw bersabda, “Katakanlah: “Aku beriman kepada Allah“, kemudian beristiqamahlah dalam ucapan itu.” (HR. Muslim no 38).
Ibnu Rajab mengatakan, “Wasiat Nabi saw ini sudah mencakup wasiat dalam agama ini seluruhnya
Agar tetap istiqamah lakukan hal ini:
- Jaga kebersihan hati
- Kontrak amal dengan Allah
- Kendalikan diri
- Selalu berdoa minta istiqamah
- Menutup celah
- Bersama jama’ah kebaikan
- Jaga Kebersihan Hati
Allah Ta’ala berfirman,
- يَوۡمَ لَا يَنفَعُ مَالٞ وَلَا بَنُونَ ٨٨ إِلَّا مَنۡ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلۡبٖ سَلِيمٖ ٨٩
“Pada hari yang harta dan anak-anak tidak lagi berguna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu’ara: 88—89)
Rasulullah saw bersabda,
- إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak melihat fisik (badan) dan harta kalian. Akan tetapi, Allah melihat ke dalam hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim)
Anas bin Malik bercerita, “Pada suatu hari kami duduk bersama Rasulullah Saw kemudian beliau bersabda : Sebentar lagi akan muncul di hadapan kalian seorang laki-laki penghuni surga. Tiba-tiba muncullah laki-laki Anshar yang janggutnya basah dengan air wudhunya. Dia mengikat kedua sandalnya pada tangan sebelah kiri.”
Ketika majlis Rasulullah Saw selesai, Abdullah bin Amr bin Al-Ash mencoba mengikuti seorang lelaki yang disebut Nabi sebagai penghuni surga itu. Kemudian dia berkata kepadanya, “Saya ini bertengkar dengan ayah saya, dan saya berjanji kepada ayah bahwa selama tiga hari saya tidak akan menemuinya. Maukah kau memberi tempat pondokan buat saya selama hari-hari itu?”
Abdullah mengikuti orang itu ke rumahnya, dan tidurlah Abdullah di rumah orang itu selama tiga malam. Tetapi selama itu pula dia tidak menyaksikan sesuatu istimewa di dalam ibadahnya.
Setelah ditanyakan amalan apa, orang Anshar itu menjawab, “Demi Allah, amalku tidak lebih dari yang kau saksikan itu. Hanya saja aku tidak pernah menyimpan pada diriku niat yang buruk terhadap sesama muslim, dan aku tidak pernah menyimpan rasa dengki kepada mereka atas kebaikan yang diberikan Allah kepada mereka”
Lalu Abdullah bin Amr berkata, “Beginilah bersihnya hatimu dari perasaan jelek dari kaum muslim, dan bersihnya hatimu dari perasaan dengki. Inilah tampaknya yang menyebabkan engkau sampai ke tempat yang terpuji itu. Inilah justru yang tidak pernah bisa kami lakukan.”
- Kontrak Amal dengan Allah
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (QS. Az-Zalzalah : 7 – 8)
“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya”. (QS. Yunus : 26)
Mari bersihkan hati, positifkan pikiran. Kita adalah hamba Allah yang akan mempertanggungjawabkan semua amal perbuatan kita di hadapanNya.
Masing-masing kita akan bertanggung jawab di hadapan Allah. Kontrak kita adalah kepada Allah, bahwa kita diperintahkan untuk selalu berbuat baik, dan meninggalkan perbuatan jahat.
Ketika kita berbuat baik, itu adalah karena Allah. Karena kita sudah membuat kontrak untuk selalu berbuat baik, karena Allah.
Ketika kita meninggalkan kejahatan, itu adalah karena Allah. Karena kita sudah membuat kontrak untuk selalu meninggalkan kejahatan, karena Allah. Bukan karena manusia.
- Kendalikan diri
Kendalikan diri Anda sendiri. Anda adalah pemegang kendali atas diri Anda sendiri, bukan orang lain. Jangan izinkan diri dikendalikan orang lain atau dikendalikan keadaan.
Sedang dijalan raya, ada orang yang menerobos jalan. Ada yang berkata kurang baik. Maka respon dirinya reaktif. Tergantung tindakan orang lain kepada dirinya. Kita menyerahkan keputusan kepada orang lain. Bukan demikian. Tetapi kendalikan diri Anda. Karena ingat kontrak kepada Allah. Karena ingin mendapatkan balasan kebaikan Allah.
Arahan Nabi kepada Hudaifah
Dari Hudzaifah, bahwa Rasulullah saw bersabda,
- عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ تَكُونُوا إِمَّعَةً، تَقُولُونَ: إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَحْسَنَّا، وَإِنْ ظَلَمُوا ظَلَمْنَا، وَلَكِنْ وَطِّنُوا أَنْفُسَكُمْ، إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَنْ تُحْسِنُوا، وَإِنْ أَسَاءُوا فَلاَ تَظْلِمُوا.
“Janganlah kalian menjadi imma’ah; kalian berkata: jika orang-orang baik, kami pun ikut baik. Dan jika mereka zalim kami pun ikut zalim. Tetapi siapkan diri kalian (untuk menerima kebenaran dan kebaikan); Jika orang-orang baik, kalian harus baik dan jika mereka rusak kalian jangan menjadi orang zalim.” (HR. Tirmidzi, dan ia berkata: Ini hadits hasan gharib)
Istiqamah itu saat kita bisa mengendalikan diri. Istiqamah dalam kebaikan. Orang lain pada maksiat dia tidak mau ikut. Menguatkan kemampuan pengendalian diri.
- Berdoa Minta Istiqamah.
Hati kita berbolak balik. Kalau orang berjalan itu ibarat jalan ke sana ke sini. Jadi kondisi hati manusia juga demikian, ke sana ke sini. Minta kepada Allah, arahkan hati saya agar kembali taat kepadamu.
Doa Nabi Saw
- وَعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو بْنِ العَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : (( اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ القُلُوْبِ صَرِّفْ قُلُوْبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ )) . َروَاهُ مُسْلِمٌ.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Allahmma musharrifal qulub, sharrif qulubana ‘ala tha’atika. Ya Allah, Sang Pembolak-balik hati, balikkanlah hati kami untuk taat kepadaMu” (HR. Muslim no. 2654)
- Menutup Celah
Kita diperintahkan istiqamah tetapi kita punya kekurangan. Ada celah-celah, kekurangan, maka istighfarlah. Kamu disuruh istiqomah, tetapi kamu masih lemah. Kamu disuruh istiqomah, tetapi kamu masih malas.
Firman Allah Ta’ala,
- قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ
“Katakanlah: “Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Rabbmu adalah Rabb Yang Maha Esa, maka tetaplah istiqamah pada jalan yan lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya.” (QS. Fushilat: 6).
Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, “Ayat di atas ‘Istiqamahlah dan mintalah ampun kepada-Nya’ merupakan isyarat bahwa seringkali ada kekurangan dalam istiqamah yang diperintahkan. Yang menutupi kekurangan ini adalah istighfar (memohon ampunan Allah). Istighfar itu sendiri mengandung taubat dan istiqamah (di jalan yang lurus).”
- Bersama jama’ah kebaikan.
Yang kita saksikan saat ibadah umroh lalu melihat ke luar hotel banyak orang berbondong-bondong ke masjid, jam berapa pun keluar hotel yang kita saksikan di sana adalah orang berjalan ke masjid dan satunya pulang dari masjid. Ada yang berempat sekamar ibu-ibu semua berangkat ke Masjid. Maka sebaiknya bareng-bareng ke masjid . Karena kita semangat dengan bersama-sama. Sampai di Masjidil Haram tambah semangat lagi di sana isinya orang dzikir, sholat, i’tikaf. Itulah jamaah kebaikan. Mengapa kita semangat ibadah, karena bersama-sama dengan orang baik itu. Tugas di kampung usai kembali dari umroh adalah mencari orang-orang yang semangat dalam jamaah kebaikan.
- مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan kaum Muslimin dalam saling mengasihi, saling menyayangi, dan saling menolong di antara mereka seperti perumpamaan satu tubuh. Tatkala salah satu anggota tubuh merasakan sakit, maka anggota tubuh yang lainnya akan merasakan pula dengan demam dan tidak bisa tidur” (HR Bukhari dan Muslim).
- الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
“Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya seperti satu bangunan, sebagiannya menguatkan yang lainnya” (HR Bukhari dan Muslim).
- لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Salah seorang dari kalian tidak beriman (dengan sempurna) sampai ia mencintai (kebaikan) untuk saudaranya dengan apa yang dia dicintai dirinya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Salah satu yang membuat rindu itu adalah melihat Ka’bah. Mendengar adzan. Mendengar imam masjid menyimak tilawah beliau. Agar tetap istiqomah seperti saat umroh dan tidak menurun semangat ibadahnya adalah dengan merencanakan untuk umroh lagi. ***