MiKHSblog.net- Memaknai Kemerdekaan Republik Indonesia ke 78. Bulan Agustus adalah bulan kemerdekaan. Kemerdekaan yang diraih tentunya melalui proses panjang serta pengorbanan.
Mencapai usia kemerdekaan yang ke-78 adalah sebuah rahmat serta anugerah Sang Pencipta. Usia merdeka 78 berarti bangsa kita sudah semakin bijak dalam memaknai kemerdekaan. Bersebab kemerdekaan ini bukan hadiah, namun atas ridho Allah melalui ikhtiar perjuangan panjang yang disertai pengorbanan para pahlawan.
Semarak merayakan HUT kemerdekaan jangan sampai melenakan diri untuk memaknai arti merdeka. Mari kita merenungkan bahwa merdeka yang sudah kita rasakan hingga detik ini adalah atas izin dan ridho Allah.
Berikut ini ada tulisan inspiratif dari Satria Hadi Lubis tentang renungan kemerdekaan, yuk simak sampai habis.
Renungan Kemerdekaan :
KEMERDEKAAN “MENYENANGKAN” ALLAH SAJA
By. Satria hadi lubis
Bung Karno pernah berkata : “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
Apa maksud Bung Karno dengan lebih susah melawan bangsa sendiri daripada melawan penjajah? Mungkin, melawan penjajah lebih jelas mana lawan dan kawan. Tapi menghadapi bangsa sendiri lebih sulit. Tidak jelas mana lawan dan kawan. Bisa jadi dari bangsa sendiri muncullah para pengkhianat yang justru merusak bangsa itu sendiri.
Memang kemerdekaan sebuah bangsa malah bisa merusak bangsa itu sendiri jika kemerdekaan diartikan sebagai kebebasan berbuat apa saja untuk menyenangkan diri sendiri. Berbuat semau gue atas nama hak azasi manusia yang salah kaprah.
Kemerdekaan untuk bebas tanpa peduli dengan hak orang lain dan tatanan moral. Penganjur L*B*, seks bebas, dan pembuat karya-karya bebas moral adalah contoh dari mereka yang mengartikan kemerdekaan dalam arti yang salah. Begitu pun para koruptor, pengedar narkoba, pelaku kriminal, dan perusak lingkungan, sadar atau tidak sadar, mereka turut andil menghancurkan bangsanya sendiri. Inilah mungkin yang dimaksud Bung Karno bahwa perjuangan menghadapi bangsamu sendiri lebih berat daripada melawan penjajah. Perjuangan untuk menghadapi mereka yang merusak makna kemerdekaan sebagai kebebasan untuk menyenangkan diri sendiri (memperturutkan hawa nafsu).
Padahal, arti kemerdekaan yang sesungguhnya adalah kebebasan untuk SENANG (BAHAGIA) BERSAMA. Tidak hanya diri sendiri yang senang dan bahagia, tapi juga orang lain. Orientasinya adalah memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi orang banyak agar orang banyak bahagia. Sebab kalau orang lain senang (bahagia), maka kita juga ikut bahagia.
Kemerdekaan dalam arti menyenangkan orang lain ini tidak hanya memuaskan hawa nafsu pribadi belaka. Ada nilai dan tatanan moral yang dipelihara untuk kebahagiaan bersama. Mereka inilah yang mengartikan kemerdekaan dalam arti yang lebih tepat.
Namun, ada satu lagi satu jenis kemerdekaan yang lebih tinggi, yang mungkin sering dilupakan orang, yaitu kemerdekaan dalam arti bebas untuk “MENYENANGKAN” ALLAH SAJA (baca : mencari ridho Allah).
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya untuk mencari keridhaan Allah. Dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya”(QS. 2 ayat 207).
Jadi ada tiga tingkatan kemerdekaan :
1. Kemerdekaan menyenangkan diri sendiri (memperturutkan hawa nafsu).
2. Kemerdekaan menyenangkan diri sendiri dan orang lain.
3. Kemerdekaan “menyenangkan” Allah saja, mencari ridho Allah SWT (IKHLAS).
Jika kemerdekaan untuk menyenangkan diri sendiri adalah kemerdekaan yang salah karena merusak nilai-nilai luhur bangsa. Kemerdekaan untuk menyenangkan (membahagiakan) orang lain adalah kemerdekaan yang benar, maka kemerdekaan untuk menyenangkan Allah saja (mencari ridho Allah) adalah kemerdekaan yang MULIA.
Manusia yang bebas untuk mencari ridho Allah adalah manusia yang paling mulia dan paling merdeka di muka bumi ini. Sebab ia mampu membebaskan diri dari tuntutan hawa nafsunya untuk menyenangkan diri sendiri. Juga mampu membebaskan diri dari tuntutan menyenangkan orang lain yang sering merusak keikhlasannya. Ia hanya “menyenangkan” Allah saja, sehingga kemerdekaannya hanya dibatasi oleh aturan Allah saja. Ia menjadi orang yang IKHLAS, Tuhannya hanya satu (TAUHID).
Keliru besar jika ada orang yang mengatakan bahwa mereka yang menyenangkan diri sendiri alias mempertuhankan hawa nafsu sebagai orang yang paling merdeka. Justru yang PALING TERJAJAH, karena tuntutan hawa nafsu itu banyak dan tak pernah puas. Ujung-ujungnya juga menyengsarakan. “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (Qs. 45 ayat 23).
Juga mereka yang orientasinya selalu menyenangkan orang lain, maka “tuhannya” berubah menjadi orang-orang di sekitarnya yang banyak jumlahnya. Anak, isteri, atasan, teman, tetangga, publik, menjadi “tuhan” yang harus disenangkannya. Kemerdekaannya menjadi terbatas karena harus memenuhi tuntutan banyak orang. Mereka bisa bahagia, tapi bukan bahagia yang tertinggi.
Jadi hanya orang-orang yang menyenangkan Allah saja (mencari ridho Allah atau orang yang ikhlas) yang bisa memperoleh kebahagiaan tertinggi yakni KETENANGAN (muthmainnah). “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenang dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenang” (Qs. 13 ayat 28).
Jiwa mereka tenang karena merdeka dari banyak tuntutan. Hanya peduli dan memandang kepada satu tuntutan, yakni aturan Allah SWT. BEBAS dari banyak rasa takut, sedih, gelisah dan kehilangan sebagai sebab ketidakbahagiaan.
Itulah sebabnya hanya merekalah yang dipanggil Allah SWT untuk masuk surga. Sebab hanya merekalah yang berhasil lulus dari “ujian” kemerdekaan, yakni menjadi manusia yang bebas (memilih) dalam arti sesungguhnya, sesuai dengan misi penciptaan manusia itu sendiri. Merekalah yang menggunakan kebebasan yang telah diberikan Allah SWT dengan benar.
“Wahai ‘al-nafs al-mutmainnah’ (jiwa yang telah mencapai tahap ketenangan). Kembalilah kepada Rab (Tuhan) kamu dalam keadaan ridho dan diridhoi. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku (hamba-hamba Allah). Dan masuklah ke dalam syurga-Ku” (Qs. 89 ayat 27-30).
————-
Semangat berbenah dan terus belajar.
Semangat mendekat pada Allah pemberi Rahmat.
Semangat berbagi tak pernah henti.
Semangat berkhidmat untuk masyarakat.
Ya Allah… jadikan kami hamba yang selalu pandai mensyukuri nikmatnya merdeka.
Baca juga: