Beberapa hari yang lalu saat berselancar di kanal media sosial, saya menemukan tulisan yang makjleb. Tulisan yang tak hanya sekedar menasehati, namun menampar diri agar segera tersadar untuk berbenah menjadi orang tua. Berikut ini tulisan salah satu inspiratif dari Bunda Dara Dharmayanti. Yuk , kita simak.
Saat anak kita mengajak bermain,
kita bilang “Nanti aja ya… Bunda masih ada kerjaan”
Saat adzan berkumandang,
dalam hati bergumam dahulukan yang utama
lalu kita mengambil air wudhu, dan sholat sendirian
Padahal di saat itu ada anak kita yang belum paham pentingnya sholat awal waktu
Saat kita tilawah, anak-anak ngobrol
Biarin ajalah… mungkin belum ngerti
Padahal jika terus didiamkan, bisa jadi tak menambah ngerti
Saat kita menikmati Qiyamullail, eh anak kita masih lelap dalam tidurnya. Tak kita bangunkan. Nanti jadi repot ah. Jadi ga bisa menikmati sajian nikmat di 1/3 malam terakhir. Lalu akhirnya kita memilih untuk ber-me time ria.
Terus begitu…
Hingga pada akhirnya anak kita tak pernah punya kenangan bagaimana syahdunya suasana di rumah di 1/3 malam terakhir. Syahdunya sujud berlama-lama. Syahdunya bermunajat pada Allah.
Saat kita menikmati indahnya persaudaraan Islam, melingkar dalam lingkaran-lingkaran kajian… anak kita cukup kita jadikan pengganti peran kita menjalankan tugas-tugas rumah, tanpa mengupayakan anak kita juga berhak merasakan indahnya persaudaraan Islam
Lalu tumbuhlah mereka menjadi dewasa…
Timbul keheranan demi keheranan
Mengapa anakku ga seperti aku ?
Mengapa anakku tak memilih aktivitas sebagaimana aku memilih aktivitas?
Mengapa anakku tak punya prioritas yang sama dalam kehidupan?
Astaghfirullahal azhim
Astaghfirullahal azhim
Astaghfirullahal azhim
Sampai kapan kita mau pertahankan ego?
Tak menjalankan fungsi sebagai madrasah pertama bagi kehidupan anak-anak kita
Lalu seiring perjalanan waktu
Kita menua
Rambut mulai memutih
Aktivitaspun tak sebanyak dulu
Akankah kita dibersamai anak tanpa terasa dibersamai?
Mereka tumbuh dewasa, tapi tak peduli
Sebagaimana tak pedulinya kita dahulu
Mereka punya teman, tapi bukan teman rasa saudara yang seperti dulu kita rasakan. Teman yang selalu mengingatkan dalam kebaikan.
Mereka tak ingin berlama-lama menikmati me time bersama Allah, bisa jadi bukan ga mau… Tapi ga pernah ngerti rasanya
Lalu kita berupaya sekuat tenaga mendidik
Namun ternyata lisan kita tak selancar dulu
Pengaruh kita tak lagi sekuat saat mereka masih kecil
Perkataan kita kadang tak didengar
Maksud baik kita tak terasa sebagai pesan kebaikan
*tarik nafas panjang
Sebelum semuanya terjadi,
mari kita benahi kembali pengasuhan dan pendidkan di rumah. Tak mengapa terasa agak repot sekarang, namun kita akan merasakan kenikmatannya kelak.
Bisa satu rumah bersama keluarga di jannahNya