Mendidik Sopan Santun Pada Anak Sejak Dini. Akhir-akhir ini mengemuka tema adab. Banyak para orangtua yang mengeluhkan perilaku generasi muda. Rupanya perilaku generasi muda mulai meresahkan orangtua yang peduli pada pendidikan anak. Harapan memiliki anak beradab tinggi, perlu diikuti dengan tindakan dan lingkungan yang tepat. Kali ini blog kami akan membagikan ilmu dari seminar online yang diasuh oleh bu Ida Nur Laila.
Diawali dengan perkenalan dari semua peserta seminar online (semol) yang berjumlah 229 peserta. Lantas admin grup membagikan tata tertib pada seminar online kepada seluruh peserta. Peserta berasal dari berbagai daerah tersebar di Indonesia hadir menyimak paparan dari narasumber. Seminar online kali ini mengambil tema Mendidik Sopan Santun pada Anak Sejak Dini. Istri dari penulis buku Wonderful Family ini mengawali paparannya dengan ilustrasi dari kisah empiris yang beliau alami.
Kisah pertama.
Tahun 90-an, saya masih menjadi mahasiswa yang kost di sekitar kampus UGM. Di belakang kos, ada juga pengontrak yang sudah berkeluarga. Kadang kami dikejutkan oleh teriakan-teriakan dari belakang.
“Dasar gadis malas! Berapa kali mama ingatkan, kamu ulangi lagi!!”
Suara sang mama menggelegar, diiringi isak tangis putrinya. Timbre suara itu bergetar membuat degub jantungku bergerak tidak teratur.
Saya mengintip dari sela gorden. Sang mama masih terus mengomel panjang kali lebar sambil mengulang ulang istilah ‘gadis malas’ ‘gadis bodoh’. Ia sibuk menjemur cucian sambil terus nyerocos. Si anak yang tengah dimarahi berdiri di panas matahari pagi, menangis meraung seperti tertuduh perkara kriminal besar. Usianya baru 5 tahun.
Saya pribadi tidak terlalu jelas sumber kemarahan sang mama, namun kejadian itu selalu berulang. Kadang mamanya, kadang papanya yang membentak-bentak.
Kisah ke dua yang tak terlupakan terjadi tahun 2000an. Saya sudah beranak 5, saat masih mengontrak di wilayah kota Jogja. Sebelah rumah kami, hanya berbatas dua dinding, adalah keluarga berada dengan anak yang sudah besar-besar. Yang terkecil duduk di bangku SMP. Malam itu saya nyaris tak bisa memejamkan mata, mendengar keributan di sebelah. Sang ayah sedang marah besar pada anak bungsunya itu. Suaranya menggelegar diiringi bunyi cambukan ikat pinggang. Si anak meraung menjerit setiap kali sabetan itu mendarat di punggungnya.
Saya hanya bisa istighfar dan menangis tanpa bisa campur tangan. Saya juga tidak paham persoalan mereka. Miris.
Kesimpulan yang mendasar dari peristiwa di sekitar, bukan semata bab kekerasan pada anak, apakah kekerasan verbal ataupun fisik, namun lebih dari itu. Banyak orang tua ingin membaguskan akhlak anak, namun mereka memburukkan akhlak mereka sendiri. Jadi, bagaimana anak akan baik? Dari mana orang tua bisa berharap anak memiliki sopan santun?
Sopan santun adalah bagian dari akhlak. Akhlak adalah perbuatan spontan, tanpa dipikir-pikir dan sangat mudah muncul dari seseorang. Maka ada akhlak karimah, akhlak yang baik dan ada yang buruk. Akhlak memegang peran penting dalam kehidupan, itulah salah satu misi diutusnya Rasulullah. Inisiator komunitas Wanderful Family Institute ini juga memberikan prinsip-prinsip untuk mendidik sopan santun pada anak sejak dini.
Berikut ini 8 prinsip Mendidik sopan santun pada anak sejak dini:
- Tanamkan kecintaan pada Allah sebagai motivasi berakhlak mulia
- Tanamkan kecintaan pada Rasulullah sebagai teladan utama akhlak mulia melalui sirah Rasulullah
- Jadilah guru utama dan pertama dalam aplikasi akhlak dengan keteladanan
- Membangun karakter dengan kebiasaan
- Santunlah dalam membentuk karakter
- Hadiah perlukah? hukuman bolehkah?
- Mendidik dengan cinta, sabar dan bertahap
- Mendidik dengan doa.
Menanamkan kecintaan pada Allah sebagai motivasi berakhlak mulia. Yaitu kita sebagai orangtua senantiasa menghubungkan akhlak mulia dengan keimanan, memberikan kabar gembira kepada anak bahwa dengan berakhlak mulia maka akan ada balasan kebaikan. Tak hanya itu, menanamkan kecintaan pada Allah melalui mengenalkan asma Allah, asmaul Husna, sebagai contohnya adalah Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Lembut, Maha Penyantun, Maha Mengetahui, Maha Adil, dst. Dalam aplikasi praktis anak membutuhkan panutan yang senantiasa akan dicontoh olehnya. Anak akan menginstal apa yang dia lihat, dia contoh. Maka berikan anak panutan yang baik. Seringkali orangtua memberikan televisi sebagai pengasuh bagi anaknya agar anak duduk anteng, diam. Namun pada akhirnya televisi justru akan membuat anak kehilangan panutan terbaiknya yakni orangtua. Orangtua harus selektif memilihkan tayangan untuk anaknya. Mendampinga saat menonton televisi.
Prinsip kedua yakni menanamkan kecintaan pada Rasulullah sebagai teladan utama akhlak mulia melalui sirah Rasulullah. Mari kita instal anak dengan kemuliaan akhlak Rasulullah. Otak anak layaknya spons, ia menyerap informasi apa saja yang masuk. Limpahi memori kebaikan jika tak mau terisi dengan memori keburukan. Hal positif berikutnya untuk menanamkan kecintaan pada Rasulullah sebagai teladan akhlah mulia adalah membacakan buku untuk anak. Berikan waktu khusus membacakan buku. Waktu khusus waktu yang berkualitas. Membacakan buku itu menasehati tanpa menggurui. Membacakan buku itu membantu orangtua untuk terstruktur dg satu runutan yang baik. Banyak keteladan yang bisa diserap anak dengan metode membacakan buku. Kisah Rasulullah dan para sahabat sebagai sumber bacaan untuk menanamkan keteladanan. Selanjutnya ingatkan anak dalam praktik.”anakku sayang Rasulullah kalo makan dengan tangan kananya, kemudian mengambil yg terdekat, ini contoh-contoh. Rasulullah kalo buang air kecil dengan jongkok, Rasulullah selalu tersenyum. Ini mengingatkan apa yang mereka lakukan tersambung dengan Rasulullah. Sehingga anak akan mengingat itu dan kita akan mendapatkan pahala karena mengikuti sunnah Rasulullah. Oarngtua harus punya referensi tentang kisah Rasulullah bagaimana akhlak Rasul, para Nabi dan para sahabat. Karena perintah Allah dalam Al-Qur’an kul inkuntum tukhibbunallah fattabiuni. Tadi sudah kita tanamkan kecintaan pada Allah kemudian kecintaan pada Rasul itu adalah bagian kecintaan pada Allah dan bukti cinta pada Allah adalah dengan mengikuti Rasulullah. Itu dari kecil yang harus kita kenalkan mereka pada sosok keteladanan Rasulullah. Semoga ini menjadi satu hal yang terus tersimpan dalam memori pada anak ketika mereka mengamalkan akhlak mulia itu karena meniru Rasulullah.
Ketiga. Jadilah guru utama dan pertama dalam aplikasi akhlak dengan keteladanan. Apa yang dilihat, didengar dan dirasakan anak akan tertanam kuat lebih dari perkataan. Semisal perkataan, “Ayo nak sholatnya yang tenang jangan tergesa-gesa”, namun orangtua sholatnya terburu-buru. Lalu orangtua berbicara: “nak kalian yang sabar tho yang sabar”, nah yang ditangkap anak beda dari perkataan orang tuanya karena orangtua ternyata tidak sabar, dst. Anak matanya selalu lekat dengan apa yang selalu kita lakukan. Maka kontrol diri kita untuk senantiasa sadar sebagai orang tua. Tanggung jawab mewariskan akhlak baik dari orangtua. Doa robbigfirli waliwalidaiyya warhamhuma kama robbayani soghiro. Kama robbayani soghira: kita berharap Allah menyayangi orangtua kita, sebagaimana orangtua mendidik kita bukan hanya menyayangi aku, tetapi mendidik dengan kasih sayang. Kemudian ketika kita mengatakan do’a anak yang sholih bagian dari amal jariyah orangtua itu apabila kita yang mengajarinya. Nah, kalo yang mengajari bukan orangtuanya itu bagaiamana? tentu berbeda nilainy. Maka jadilah orangtua yang mewariskan, menanamkan dasar-dasar akhlak mulia pada anak. Sehingga kita mendaptakan amal jariyah pada saat anak mengamalkannya sekalipun nantinya kita sudah tiada, tapi itu akan turun-temurun terus mereka akan mengamalkan apa yang kita ajarkan. Semoga ini menjadi bagian amal jariyah kita.
Nah, kawan pembaca blog untuk ulasan berikutnya dari 8 prinsip mendidik sopan santun pada anak sejak dini ditunggu ditulisan berikutnya ya. (nra)
#keteladanan
#orangtuasumberketeladanan
#akhlakrasulullah
#terusmenulis
#satuharisatutulisan
#Day2