Skip to main content

Nambang

Nambang. Nambang adalah istilah bagi orang desa yang akan menyeberang sungai bengawan Solo menggunakan perahu gethek. Bengawan ini merupakan perbatasan dua kabupaten yakni Bojonegoro dengan kabupaten Tuban. Cukup membayar dua ribu lima ratus rupiah sekali menyeberang. Apabila di musim hujan warga desa biasanya menambah uang jasa menyeberangkan. Mengingat saat musim hujan kondisi bengawan berarus deras.

Mbah Faqih adalah salah satu diantara pengantar jasa menyeberang bengawan. Tukang tambang yang sudah menekuni profesinya lebih dari 20 tahun. Dengan nambang inilah kami biasanya menempuh perjalanan lebih cepat 45 menit dari total perjalanan 3 jam (Gresik-Tuban). Sejak menikah dengan suami yang asli Bumi Ronggolawe dan Sunan Bonang, saya mengenal istilah nambang. Awalnya saya takut saat diajak suami nambang pertama kali. Deg-deg-an. Arus sungai saat itu cukup deras. Sebelum menaiki perahu gethek, sepeda motor kami harus menanjak terlebih dahulu hingga kemudian mengikuti jalanan yang menurun. Saat musim hujan tiba, jalanan licin karena kondisi jalan menanjak dan turunan tersebut berlumpur. Tahun 2009 kondisi jalan belum diperbaiki, aspal ataupun jalan berpaving belum ada saat itu.

Nambang bagi sebagian orang awam adalah istilah yang jarang terdengar. Kondisi geografis sebagian warga sekitar yang dilalui sungai Bengawan Solo merupakan hal biasa dengan istilah nambang. Lima belas menit meyeberang Bengawan. Menghemat perjalanan dengan nambang. Jarak tempuh yang biasanya 3 jam dari Gresik ke Tuban, yaitu dari  pertigaan Babad Lamongan terus lurus masuk ke Widang Tuban kemudian lanjut ke kecamatan Rengel dan masuk desa Kenongosari Tuban. Namun dengan nambang jalur yang ditempuh adalah Babad Lamongan ambil jalur menuju Bojonegoro, Bourno hingga turun di Sumberrejo (bila naik bus )dan mencari ojek untuk menuju lokasi nambang. Apabila menggunakan sepeda motor maka dari Sumberrejo masuk ke desa Tejo lalu terus menyusuri jalan desa hingga menemukan jalur arah tambangan.

Setengah dari usia pernikahan  kami menggunakan fasilitas nambang ini untuk mengunjungi rumah emak di Tuban. Hingga akhirnya alhamdulillah Allah berikan kemudahan rizki tahun 2014 kami bisa membeli kendaraan roda empat. Saat itulah kami mulai menggunakan jalur Babad Lamongan menuju Widang Tuban. Tanpa nambang lagi.

Nah, liburan sekolah kali ini saya dan anak-anak memilih naik bus menuju rumah emak di Tuban serta untuk mengenalkan anak-anak apa itu nambang. Memang sebenarnya si Sulung beberapa kali ikut nambang. Saat bayi nya. Momen liburan ini si Mbarep (SD kelas 4)  dan  anak kedua (TK B) kami manfaatkan untuk mengisi liburan sekolah mereka diluar kebiasaan liburan. Liburan yang bertujuan untuk mengenalkan desanya. Tak hanya kenal, tapi juga mencintai desanya.

Anak-anak bahagia menaiki perahu gethek. Wajah riang mereka menikmati perjalanan menghapus rasa lelah mulai dari naik bus hingga sampai di rumah emak. Liburan tak selalu berbiaya mahal. Liburan bermakna. Liburan yang kaya dengan kegiatan bermakna. (nra)

#nambangseru

#Liburansekolah

#Liburanbermakna

Tinggalkan Balasan