Skip to main content

Sahabat Hebat di Masa Berat

Sahabat Hebat di Masa Berat

“Saat wabah begini, yang penting jangan stres,” pesan dari
salah satu teman. Ada benarnya memang. Selain menjaga asupan
makanan secara kualitas dan kuantitas, pikiran sebaiknya tak dalam
kondisi panas. Tak banyak melihat berita yang memicu ketakutan.
Sang Mahadahsyat sudah memberikan kelengkapan atas semua
ciptaan.


Termasuk salah satunya adalah otak manusia. Ada otak
kanan juga dilengkapi otak kiri. Keduanya saling menyeimbangkan.
Saat kita mendengar berita setiap hari tentang covid-19 lalu kita
merasa takut itu wajar. Takut adalah kerja dari otak kiri. Namun saat
kita ketakutan berlebihan, maka ini adalah kerja dari otak kanan.
Menurut penjelasan dr.Rahmadi Iwan Guntoro (RSI Jakarta Pondok
Kopi), saat beliau memberikan arahan cara mengetahui tahapan
seseorang terkena korona virus. Penjelasan beliau bertujuan bahwa
dengan mengetahui ilmu ini kita tidak akan terlalu khawatir, kita
tidak akan terlalu takut.


Berikut penjelasannya, “Manusia punya dua belahan otak.
Belahan otak kiri dan belahan otak kanan. Otak kiri adalah otak
logika, otak ilmiah. Otak kanan adalah otak imajinasi, atau otak yang
sifatnya adalah perasaan. Saat seseorang tidak dibekali dengan otak
kiri yang tepat, yang akan bekerja otak kanan, dia akan ketakutan,

dia akan cemas. Tapi pada saat seseorang itu dibekali dengan
pengetahuan, otak kirinya akan bekerja sehingga otak kanan akan
tidak dominan.” Nah, takut boleh asal tak ketakutan. Agar tak
ketakutan berlebihan pilih sahabat. Karena semua orang pastinya
punya sahabat penghibur diri di masa pandemi ini.


Masa cukup berat itu bermula sejak pertengahan Maret lalu,
dimana membuat semua aktivitas manusia dalam bentuk interaksi
fisik hilang, tertunda dan terhenti sementara. Meski demikian, tidak
semua aktivitas sosial benar-benar hilang. Di sisi lain bahkan lebih
hidup melalui kanal media sosial. Hal ini sudah fitrah menjadi
manusia sebagai makhluk sosial. Saling interaksi dan membutuhkan
satu dengan yang lainnya.

Nah sekarang, di masa berat pandemi ini
kita berhenti sementara waktu dari interaksi fisik sebagaimana
anjuran pemerintah yaitu social distancing serta pyshical distancing.
Entahlah sampai kapan. Namun, sebagai muslim yang yakin atas
takdir Sang Pencipta kita lantunkan munajat terbaik agar wabah ini
segera berlalu.


Yang biasanya suka silaturrahim, sementara terhenti. Yang
sukanya gaul ngumpul nongkrong di cafe atau warung kopi, sekarang
nongkrongnya di rumah saja. Ikuti anjuran pemerintah. Agar kita
segera pulih dari wabah. Menahan diri di rumah. Beraktivitas
produktif di rumah.

Mencari sahabat produktif agar tak gundah gelisah. Sahabat
hebat umat manusia di tengah wabah. Sahabat yang bisa diajak
curhat di masa berat.

Sahabat yang tak akan pernah berkhianat.
Sahabat yang membuat Sang Nabi tercinta gemetar saat
disampaikan surat cinta pertama dari Allah. Sahabat yang menjadi
“way of life” umat manusia. Petunjuk hidup. Obat hati dari segala
penyakit hati. Teman terbaik saat masa sulit seperti ini. Dia selalu
ada. Dia memberi penyejuk saat menghadapi situasi pandemi. Ya,
sahabat hebat itu bernama Al-Qur’an. Kitabullah. Surat cinta Sang
Pencipta semesta.


Kala kawan dan kerabat saat ini tak dekat. Ada Al-Qur’an
sebagai sahabat hebat. Saat silturrahim tak bisa dilakukan sementara
waktu, ada sahabat yang tak akan pernah berlalu. Dia selalu ada di
dekatmu. Menjadi penenang dirimu kala stay at home. Saatnya
sekarang sapalah sahabat hebatmu itu. Mungkin sudah lama engkau
tak menjamaahnya. Lama tak membuka lembar demi lembarnya.
Jarang membaca indahnya surat cinta-Nya. Bahkan kita lupa terakhir
kapan mengaji khusyuk bersamanya. Ah, betapa pandemi ini
memberikan banyak hikmah. Memberikan nasehat agar kita tak jauh
dari sahabat hebat.


Jadi teringat salah satu postingan dari teman tentang nasehat
untuk dekat dengan sahabat hebat bernama Al-Qur’an. Berikut
tulisan postingannya, berjudul: ustaz pencuri.

Seorang ustaz diundang makan malam oleh sepasang suami
istri di rumah mereka. Setelah ustaz itu pergi, si istri berkata kepada
suaminya, “Uang kita hilang, aku pikir Pak Ustaz yang mengambil
uang lima juta di meja itu. Padahal uang itu akan aku berikan
untuknya.”” Dengan marahnya si suami berkata, “Jika begitu dia
pencuri! Jadi kita tidak perlu datang ke pengajiannya lagi.”


Dua bulan kemudian si wanita bertemu dengan ustaz itu di
jalan dan dengan terpaksa menyapa Sang Ustaz, “Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh, Pak Ustaz, tentu Anda menyadari
bahwa sudah lama kami tidak hadir di pengajian karena kami marah
padamu.”


“Ketika Anda makan malam di rumah kami, di meja ada
uang lima juta yang hilang, setelah Anda pergi. Dan Pak Ustaz
adalah satu-satunya orang yang datang ke rumah kami hari itu.”
Sang Ustaz dengan tersenyum menjawab, “Ya, benar aku
yang mengambil uang itu dan menaruhnya dalam Al-Qur’an Anda,
agar tidak terkena tumpahan saus. Maafkan saya kalau waktu itu
saya tidak beri tau Anda, karena saya pikir kalian tiap hari pasti buka
Al-Qur’an.”


Wanita itu pun amat malu dan meminta maaf kepada Sang
Ustaz. Setelah kembali ke rumah, dia mengambil Al-Qur’an dan
menemukan uang lima juta berada di dalam Al-Qur’an sudah selama
dua bulan. Selama dua bulan si wanita dan suaminya tidak pernah

membuka dan membaca Al-Qur’an. Selama dua bulan mereka telah
menuduh ustaznya itu telah mencuri uang mereka.


Sahabat, semoga kita tidak seperti kisah suami dan isteri di
atas. Tak membaca Al-Qur’an, berprasangka buruk dan menghakimi
orang lain yang belum tentu bersalah. Betapa kisah tersebut
menasihati diri ini. Agar mendekat kembali kepada sahabat hebat.
Sahabat yang dekat di masa berat.


Mulai membuka dan mengaji di saat ini adalah cara terbaik
mengusir sepi. Sepi dari aktivitas silaturrahmi. Sepi dari aktivitas
fisik sehari-hari. Hilir mudik kendaraan yang biasanya tak henti. Kini
jalanan mulai bersih dan sunyi. Yang biasanya sebelum pandemi,
jalanan sesak karena banyaknya antrean kendaraan penuh memadati.
Bahkan mengular berjam-jam tak bergerak sama sekali. Panas, para
sopir nampak lelah dan letih menunggu antrean. Asap dari kendaraan
yang keluar membuat udara jalanan tak lagi bersih bebas polusi.


Pandemi membuat semua aktivitas jalanan di kota-kota besar itu kini
terhenti untuk sementara waktu. Sepi, hanya beberapa kendaraan
yang memang masih beroperasi sesuai ketentuan dari Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB).
Kondisi sepi ini juga tak hanya terjadi di jalanan kota-kota
besar, namun juga lapak para pedagang kaki lima. Biasanya sebelum
pandemi para pedagang kaki lima dipenuhi dengan pembeli yang
duduk sambil menikmati suguhan penjualnya. Warung makan pun
demikian, tak seramai biasanya.

Sepi aktivitas fisik pun juga terjadi di dunia pendidikan. Sepi
dari riuh tawa bertemu antara guru PAUD dan anak usia dini. Sepi
dari aktivitas belajar mengajar di sekolah sejak pagi. Sepi dari
bertegur sapa teman kantor di jam-jam sibuk setiap hari.


Suasana tak normal memang melanda semua negeri, di masa
pandemi. Termasuk juga negeri ini. Ya, suasana sepi. Tak ada
interaksi fisik layaknya di saat normal. Tak menemui kawan-kawan
untuk sekadar bertemu serta bertukar cerita. Tak menjenguk orang
tua di kampung layaknya jadwal rutin biasanya. Menumpahkan
kerinduan setiap jadwal pulang ke rumah orang tua. Kini, semuanya
berdiam stay at home. Demi menjaga diri, anak-anak dan orang
sekitar agar tak saling membawa wabah menular saat keluar. Biarlah
sepi ini dirasakan oleh semua orang. Agar usai pandemi semua bisa
memaknai bahwa setiap pertemuan itu sungguh berharga. Sepi dari
interaksi fisik sementara waktu.


Tapi, sepi itu kini terobati dengan kita mendekat, mengajak
diri merenungi firman ilahi. Bahwa sesungguhnya sebaik-baik
sahabat hebat di masa berat adalah Al-Qur’an. Sahabat yang akan
membuat hatimu tenang. Tak gundah gelisah saat masa berat. Tak
bingung harus melakukan apa kala stay at home. Yuk, dekati sahabat
hebatmu sekarang.(nra)


Tinggalkan Balasan