Menulis Sebagai Kebutuhan. “Jadikanlah menulis sebagai sebuah kebutuhan. Sebagaimana kita merasa lapar karena butuh asupan makan, maka menulis juga demikian. Ada metabolisme dalam intelektualitas sehingga merasa dinamis, ada kalanya kenyang dan ada kalanya lapar. Seringkali orang enggan untuk makan hanya karena yang bersangkutan tidak punya selera makan. Dalam konteks penulisan lebih banyak hal demikian terjadi. Banyak orang pandai enggan menulis karena tidak punya selera menulis. Selera butuh rangsangan untuk menumbuhkannya.” (Redi Panuju)
Saat menulis sudah menjadi kebutuhan, maka seseorang akan gelisah bila tak menulis. Layaknya seorang muslim yang telah merasakan sholat lima waktu sebagai kebutuhan spiritualnya. Dia akan gundah gelisah, merasa tersiksa saat meninggalkannya meski hanya sekali saja.
Menulis sebagai kebutuhan di awali dari pembiasaan. Seperti pepatah jawa bilang: “bisa amargo kulina” (kepandaian, kemampuan itu disebabkan kebiasaan).
Terus mengasah ketrampilan menulis. Agar tak berkarat ibarat pisau yang tak dipakai dan tak diasah. Namun, saat pisau sering diasah serta dipakai maka semakin tajam.
#SHSB
#SeratusHariSatuBuku
#SoreDay9