Makna Bekerja. Bicara tentang iman tak selalu dibuktikan dengan hal-hal yang ilmiah dan logis. Karena itulah di surat Al Baqarah Allah berfirman: “ kitab Al Qur’an ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa. Yaitu mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan sholat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”(Q.S.Al Baqarah: 2-3). Disebutkan bahwa ciri pertama orang yang bertakwa adalah yang beriman kepada yang gaib, baru kemudian disebutkan ciri yang kedua mereka yang melaksanakan sholat. Apabila keimanan kita kepada yang gaib harus selalu dengan pembuktian, maka kematian, siksa kubur, dan hari akhir tidak akan ada yang meyakininya. Silahkan mencoba mati dulu agar percaya dengan kematian, siksa kubur, dst.
Begitupun dengan kerja-kerja setiap insan di bumi Allah. Iman dan kerja manusia erat kaitannya. Kerja-kerja yang dilandasi dengan keimanan tentunya membuahkan ketenangan, menghadirkan kejutan keajaiban dari Nya.Mari kita simak dan teladani kembali kisah para Nabi, istri nabi dll.
Bagaimana Ibrahim bisa menemukan Tuhannya? Masih ingat dengan kisah Ibrahim yang mencari-cari siapa Tuhannya. Bintang, bulan diyakini sebagai Tuhannya, namun semuanya sirna dalam waktu yang telah ditentukan Sang Maha Kekal. Ibrahim mengalami hal yang sama dengan kita sebagai orang yang mempunyai iman. Iman yang mengakar, menghunjam dalam menjadi pijakan dalam segala kondisi. Namun iman terkadang juga tak stabil. Iman terkadang menggelisahkan. Iman yang kuat pun memberikan ketenangan yang mengguyur hati, dengan terkuaknya keajaiban. Mungkin itulah yang dirasakan Ibrahim ketika dia meminta kepada Rabbnya untuk ditunjukkan bagaimana yang mati dihidupkan. Maka saat Rabbnya bertanya, “belum yakinkah engkau akan kuasaKu?”, lalu Ibrahim menjawab dengan sepenuh hati: “Aku yakin. Hanya saja agar hati ini menjadi tentram.”
Keinginan Ibrahim untuk didatangkan keajaiban itu ternyata tak datang serta merta dihadapannya. Meski Allah bisa saja menunjukkan kuasaNya dalam satu kata “Kun!”. Namun bukan itu yang terjadi. Allah memerintahkan Ibrahim untuk menangkap 4 ekor burung untuk kemudian dicincangnya dan meletakkannya di lembah curam untuk setiap cincangannya. Bersusah payah Ibrahim menunaikan perintah Allah agar membuktikan bagaiman yang mati dihidupkan. Setelah itu baru dia bisa memanggilnya atas perintah Allah. Dengan kuasa Allah semua potongan badan burung dari empat lembah menyatu kembali. Empat burung yang telah mati itu hidup kembali. Semua bagian tubuhnya telah terbentuk sempurna seperti semula. Sekejap mata, burung-burung itu terbang mendatangi panggilan Ibrahim.Ibrahim takjub memuji Allah. Di sinilah rupanya keajaiban itu Setelah kerja yang menguras tenaga. Tetapi apakah selalu kerja-kerja kita akan ditaburi keajaiban?
Kisah Hajar dan bayi Ismail yang ditinggalkan oleh Ibrahim di lembah sepi tak berpenghuni juga menjadi bukti dan keteladanan dari pertanyaan di atas. Tak ada satupun yang hidup di lembah tersebut. Panas, gersang, tanpa ada pepohonan sebagai tempat berteduh. Hanya ada pasir dan cadas yang panas membara. Air pun juga tak terlihat di sana. Hingga akhirnya bayi Ismail menangis karena lapar dan kehausan. Apa yang dilakukan Hajar mendapati bayi Ismail yang terus menangis? Ikhtiar yang tak putus-putus oleh Hajar untuk mencari sumber air. Kerja Hajar dengan berlari bolak-balik tujuh kali dari satu bukit ke bukit yang ada di sana. Dari ujung ke ujung coba ditelisiknya dengan seksama. Tak ada. Sama sekali tak ada. Tapi Hajar terus mencari. Mungkin dia tahu, tak pernah ada air di situ. Dan mungkin Hajar hanya ingin menunjukkan kesungguhannya pada Allah. Sebagaimana telah ia yakinkan sang suami, “Jika ini perintah Allah, Dia takkan pernah menyia-nyiakan kami!”.
Sekali lagi Allah tunjukkan keajaiban. Memancarlah air. Bukan dari jalan yang dia susuri atau jejak –jejak yang sudah Hajar ikhtiarkan diantara bukit Shafa dan Marwa. Air itu justru memancar dari kaki bayi Ismail. Ya bayi Ismail yang menangis kehausan. Kaki yang menjejak-jejak. Dan Hajar takjub dengan keAgungan Rabbnya. Begitulah keajaiban datang. Terkadang tak terletak dalam ikhtiar-ikhitar kita.
Dua kisah di atas mari kita ambil pelajaran, bahwa makna kerja keras itu adalah menunjukkan kesungguhan kita kepada Allah. Jangan pernah berputus asa, terus bekerja keras seperti Ibrahim dan Hajar dengan gigih, dengan keyakinan. Allah Sang Maha Kaya tak akan pernah menyia-nyiakan iman dan amal kita. Biarkanlah keajaiban, pertolongan Allah itu datang dari jalan yang tak kita sangka atas iradahNya dan kekuasaanNya. Melalui pertolongan Allah, keajaibanNya itulah yang menenangkan hati, dari arah manapun yang Dia kehendaki. Bekerja terus, menebar kebaikan hanya karena Allah yakin atas semua pertolonganNya.
Mari kita bekerja,terus beramal. Maka keajaiban akan menyapa dari arah tak terduga. Mulai dari diri kita. Dengan keberanian memulai dari diri itulah terletak kemudahanNya. Bukan soal punya dan tak punya. Bukan karena kita mampu atau tak mampu. Atau kondisi miskin atau kaya. Karena dengan kita terus bekerja dan beramal adalah bentuk kesyukuran kita kepadaNya.
“Bekerjalah hai keluarga Dawud, untuk bersyukur. Dan sedikit sekali di antara hambaKu yang pandai bersyukur.”(Q.S. Saba’:13)
Kata Sayyid Qutb dalam fii Zhilal: maka amal shalih, kerja-kerja ketaatan, dan laku-laku kebajikan adalah batang yang tumbuh tegak secara alami dari keimanan yang telah berakar dalam jiwa. Keimanan adalah hakikat yang aktif dan energik. Begitu hakikat keimanan menghunjam dalam nurani, maka pada saat itu pula ia bergerak mengekspresikan dirinya di luar dalam bentuk amal shalih. Amal-amal itulah nantinya yang membuat kita dilihat dan berharga di hadapan Allah, RasulNya. Amal-amal itulah yang mengantarkan iman kita menggapai tempat di dekat ‘ArsyNya yang mulia. Amal-amal itulah yang mengantarkan pinta dan doa’a kita ke haribaanNya.
“Bekerjalah untuk duniamu, seolah engkau akan hidup abadi. Dan beramallah untuk akhiratmu seakan engkau mati esok.” Dengan saling mendoakan dalam dekapan ukhuwah terus bekerjalah, beramallah. Maka Allah, Rasul dan orang-orang beriman akan melihat amal-amal kita. Kerja cerdas, beramal ikhlas, dan kerja tuntas karena Allah semata. Seperti firman Allah:
“Bekerjalah kalian, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat amal-amal kalian itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Maha Mengetahui akan yang gaib dan nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S.At-Taubah:105)
#Sumber: Dalam Dekapan Ukhuwah, 24 Nabi dan Rasul Teladan Utama (kisah Nabi Ibrahim a.s, Luth a.s dan Ismail a.s)