Tips Membentuk Pembiasaan Pada Anak. Pakar pendidikan islam Abdullah Nasih Ulwan dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Anak Dalam Islam menyatakan bahwa pendidikan dengan proses pembiasaan merupakan cara yang sangat efektif dalam membentuk iman, akhlak mulia, keutamaan jiwa, dan untuk melakukan syariat yang lurus. Artinya bahwa jika kita menginginkan anak menunjukkan sikap dan perilaku yang baik, maka pembiasaan baik ,menjadi cara cepat, mudah dan ampuh.
Hal serupa juga ditegaskan oleh Iman Al Ghazali dalam Ihya ‘Ulumi Ad-Din mengenai pembiasaan anak dengan kebaikan atau kejelekan dengan memandang kepada potensi fitrahnya. Ia mengatakan:
“Anak adalah amanah bagi orangtuanya. Hatinya yang suci adalah subtansi yang berharga. Jika ia dibiasakan dengan kebaikan, ia akan tumbuh dalam kebaikan dan bahagia dunia akhirat. Adapun jika ia dibiasakan dengan kejelekan dan diabaikan begitu saja seperti binatang, maka ia akan sengsara dan celaka. Maka dari itu, menjaga anak adalah dengan mendidik, mendisiplinkan dan mengajarkannya akhlak-akhlak terpuji,”
Proses pembiasaan pada intinya adalah pengulangan perilaku, artinya ketika kita mengenalkan suatu perilaku baru pada anak, proses penting berikutnya adalah mengkondisikannya untuk mengulang-ulang perilaku tersebut sampai akhirnya menjadi pembiasaan. Pembiasaan dikatakan berhasil ketika perilaku yang diharapkan bisa dilakukan anak secara terus menerus, konsisten di setiap waktu maupun keadaan, bahkan menjadi perilaku yang otomatis berjalan dengan sendirinya tanpa diperintah. Sebagai orangtua memang butuh komitmen dan perjuangan optimal untuk bisa mengawal proses pembiasaan perilaku. Pada awalnya, mungkin perilaku ini dilakukan dengan rencana dan pertimbangan terlebih dahulu, namun apabila pembiasaan sudah berhasil akan nampak bahwa anak melakukannya tanpa perencanaan. Ambil contoh ketika kita mengenalkan perilaku berangkat sholat ke masjid pada anak lelaki saat ia mendengar adzan dikumandangkan. Langkah awalnya adalah perlunya menjelaskan mengapa anak lelaki harus berangkat sholat ke masjid saat adzan terdengar. Berikutnya, kita harus selalu terus menerus mengingatkan kepada anak agar bersegera berangkat ke masjid begitu mendengar suara adzan. Nah, setelah mengingatkan terus menerus kepada anak tanpa ada jeda waktu dari awal hingga batas pembiasaan berhasil, disinilah anak akan mulai terbiasa melakukan aktivitas nya tanpa perlu diingatkan. Bahkan melakukannya dengan senang dan nyaman.
Pembiasaan yang kita lakukan bisa sukses, dan bisa juga gagal. Ukuran sukses adalah saat anak dapat secara konsisten menunjukkan perilaku sesuai yang kita harapkan. Bahagia tentunya sebagai orangtua. Sebaliknya, apabila mengalami kegagalan, yaitu ketika anak-anak belum bisa melakukan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Proses pembiasaan yang efektif akan menjadi jalan untuk suksesnya pembiasaan. Pembiasaan efektif itu perlu didukung oleh hal-hal sebagai berikut:
- Orang dewasa menjadi model, contoh atau teladan.
Anak usia dini itu memiliki kemampuan layaknya spons menyerap apa-apa yang dilihat di sekitarnya. Kemampuan meniru dan menyerap ini akan bernilai positif apabila didukung oleh lingkungan terdekatnya. Keluarga adalah bagian terdekat, kedua orangtuanya sebagai orang dewasa yang akan menjadi model bagi anak-anaknya di rumah. Anak-anak adaalah peniru ulung, ini harus menjadi alarm bagi para orang dewasa yaitu ayah-ibu di rumah untuk selalu memberikan keteladan. Karena dari contoh itulah an, anak-anak kita tumbuh dan berkembang menjadi anak berkarakter baik dan berakhlak mulia. Sebagai contohnya adalah seorang ayah yang istiqomah sholat berjama’ah di masjid, maka akan mudah mengajak anaknya terbiasa ikut sholat di masjid. Sebaliknya, apabila model di rumahnya menunjukkan perilaku buruk, anak-anak juga akan meniru perilaku buruk tersebut. Demikian halnya seorang ibu yang emosional, suka bernada tinggi ketika bicara dengan anak, maka anaknya akan jadi mudah berteriak dan emosional juga. Jadi, pembiasaan itu harus dimulai dengan keteladanan, karena teladan adalah tahapan pembiasaan tidak langsung. Model atau contoh saja tidak cukup, masih perlu dilanjutkan tahapan berikutnya.
- Lingkungan yang kondusif secara sosio-emosional
Masih menurut Abdulah Nasih Ulwan (Buku: Pendidikan Anak dalam Islam) menyatakan bahwa faktor lingkungan yang kondusif, baik itu sekolah maupun lingkungan rumah berpengaruh pada anak. Dengan lingkungan yang kondusif sudah bisa dipastikan anak akan tumbuh dalam iman yang kuat, memiliki akhlak islam, serta pribadi yang mulia.
Lingkungan yang kondusif membuat anak bersemangat untuk belajar, sedangkan lingkungan yang kurang kondusif membuat anak tidak bersemangat untuk belajar. Dari lingkungan kondusif anak akan mendapatkan perhatian, penghargaan dan terhindar dari pemaksaan dan kekerasan. Perhatian yang cukup pada anak membuat anak tidak pernah merasa terabaikan. Kepercayaan diri tumbuh dengan baik karena adanya penghargaan atas sikap yang dilakukan anak. Sebaliknya pemaksaan dan kekerasan menimbulkan perasaan sakit hati dan rendahnya motivasi untuk berperilaku seperti yang diharapkan. Nah, ternyata lingkungan kondusif adalah tahapan yang juga penting untuk membentuk pembiasaan setelah aspek keteladanan
- Aturan yang konsisten dalam proses pembiasaan
Mengapa perlu aturan yang konsisten? Karena anak-anak belum bisa secara otomatis menilai situasi lingkungan yang berubah-ubah. Inilah pentingnya orangtua memberikan aturan secara konsisten agar mereka bisa istiqomah dalam melakukan sesuatu. Adanya aturan dibutuhkan sebagai penanda bagi anak tentang mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Kegagalan pembiasaan seringkali bersumber pada aturan yang tidak konsisten. Contoh yang sering kita jumpai adalah, ketika seorang ibu membiasakan anak memakai sepatunya sendiri, namun saat dikejar waktu agar tidak terlambat, sang ibu kurang sabar menunggu dan memakaikan sepatu anaknya. Sikap tidak konsisten di waktu yang berbeda akan membuat anak tidak terbiasa dengan perilaku tersebut. Contoh lain, saat seorang ayah yang tegas dalam mendisiplinkan anaknya bangun pagi, tetapi ibunya menjadi tidak tega membangunkan anaknya saat ayah tugas keluar kota. Anak yang menghadapi perbedaan aturan antara ayah –ibu akan sulit dibentuk perilakunya. Inilah yang disebut sikap tidak konsisten antar pengasuha anak. Hal ini pun bisa dialami oleh ayah-ibu yang tinggal satu rumah bersama kakek dan neneknya.
- Apresiasi terhadap pembentukan perilaku baru
Masih minimnya pemahaman orangtua tentang makna apresiasi. Anak-anak sangat membutuhkan apresiasi sebagai bentuk penghargaan bagi perilakunya. Mengapa perlu? Karena apresiasi bagi anak juga sebagai hadiah menyenangkan yang membuat perasaannya senang dan bersemangat untuk melakukan perilaku yang diharapkan. Apresiasi tidak selalu berupa hadiah secara fisik, materiil, pelukan, sentuhan, acungan jempol dan ucapan pujian ‘…kamu hebat”, “alhamduliillah anak sholih sudah mau antri…” juga termasuk bentuk apresiasi. (nra)
“tidak ada hadiah yang diberikan seorang ayah kepada anaknya yang lebih baik daripada pendidikan yang baik.”(HR. At-tirmidzi)
“ajarkanlah anak-anak dan keluarga kalian kebaikan dan didiklah mereka.’(HR. Abdurrazaq dan Sa’id bin Manshur)
“Didiklah anak-anak kalian dengan tiga perkara, mencintai nabi kalian, mencintai sanak keluarganya, dan membaca Al-Qur’an.”(HR. Ath-Thabrani)
********
Josss Pak
https://ru88ercookie.com/2019/01/06/ini-nih-cara-cara-merawat-visor-iridium-di-helm/