Antara Bikini dan Cadar. Ini semua tulisan tentang selembar kain yang menempel di tubuh wanita. Dari ekstrim kiri yang memakai bekini yang hanya menutup bagian-bagian vital belaka hingga ekstrim kanan yang menutup seluruh badan hanya menyisakan pandangan mata saja. Kemarin sempat ramai pro dan kontra mengenai Cadar yang menjadi perbincangan mulai dari warung kopi hingga perguruan tinggi. Nah ada sebuah tulisan dari warganet Iqbal Aji Daryono yang mencoba menjelaskan dan membandingkan antara Bikini dan Cadar dari sudut berbeda. Monggo disimak gans…
Saya tahu, kalian sudah bosan dengan obrolan soal cadar. Tapi ada beberapa pelajaran yang bisa kita petik dari kasus cadar kemarin, dan saya merasa harus menyampaikannya. Ini dia :
1. Banyak orang tidak bisa membedakan antara kostum yang dipakai berlandaskan keyakinan dan yang bukan karena keyakinan. Ini perkara kegagalan dalam mengambil analogi, alias kekacauan dalam logika. Mereka masih membandingkan antara cadar dan sandal jepit, misalnya. Padahal setahu saya tidak ada agama yang memberikan perintah kepada umatnya untuk memakai sendal jepit sebagai bagian dari kesempurnaan iman.
2. Banyak orang melawan para bigot (islam-radikal-teroris gitu) dengan cara another bigotry. Misalnya mereka yang memajang poto orang bercadar lalu ditulisi “Anak Hilang Ciri-cirinya Seperti Ini” dan semacamnya. Bagi mereka, keyakinan orang lain adalah bahan tertawaan. Padahal di saat yang sama mereka mengaku demokratis, pluralis, menjunjung tinggi hak dan kebebasan berkeyakinan, dan hewes hewes lainnya.
3. Banyak orang menolak stigma negatif atas etnis dan warna kulit, tapi mendukung stigma buruk atas cara orang lain berpakaian. Mereka inkonsisten dalam menolak generalisasi dan stereotip. Ketika ada seorang muslim menjadi teroris, mereka menolak bahwa semua muslim adalah teroris. Ketika ada seorang pendeta Budha jadi provokator pembantaian, mereka menolak pandangan bahwa semua Buddhis adalah pembunuh. Ketika ada seorang Tionghoa bersikap arogan kepada perempuan berjilbab, mereka menolak persepsi bahwa semua orang Tionghoa sombong dan arogan.
Saya sepakat dengan sikap-sikap mereka itu. Malangnya, ketika ada perempuan bercadar pro-ISIS dan suka mengkafirkan orang lain, otak mereka mak bedunduk jadi berisi rumus: “Oh, berarti semua orang bercadar mendukung terorisme.”
Kelompok pendukung stigma ini adalah barisan pejuang HAM paruh waktu. Pada pagi sampai siang, mereka membela HAM. Dari sore sampai midnite, mereka jadi rasis yang fanatik dan norak.
4. Banyak orang gagal melakukan identifikasi ideologis atas orang-orang bercadar. Bukan cuma satu-dua yang melihat cadar sebagai penanda aktivis HTI, misalnya. Padahal banyak perempuan cadaran yang Salafy, dan mereka justru bertepuk tangan dengan gembira waktu HTI dibubarkan hahaha!
5. Banyak orang senang ketika sementara kalangan membela kaum bercadar, dan
melawan stigma negatif atas perempuan bercadar. Tapi sembari itu, orang-orang itu juga menempelkan stigma liberal atas orang lain yang membenci cadar. Penempel stigma liberal itu tidak paham bahwa kaum liberal asli (liberal dalam pemikiran) justru adalah orang yang telah membela cadar-cadar mereka. Ancen payah.6. Banyak orang bilang bahwa bercadar adalah bentuk hilangnya otoritas atas tubuh. Adapun berpakaian lain, bikini misalnya, adalah wujud otoritas. Mereka lupa bahwa kekuasaan atas tubuh sendiri bisa dimanifestasikan dengan sikap apa pun. Mau telanjang, berbaju kantoran, berbikini, berjilbab kecil, hingga bercadar, semua adalah wujud otoritas atas tubuh.
“Lho tapi cadar itu karena doktrin! Kalo bikini bukan!”
Halah. Bikini juga karena doktrin. Banyak orang berbikini karena mode, karena tren, karena terbaratkan, dan karena ia menjadi korban ideologi pasar. Padahal siapa bilang ideologi pasar bukan doktrin? Kita saja yang nggak merasa, dan karena itulah ia disebut hegemoni. Gitu kan?
7. Banyak orang mengira bahwa segenap kultur di dunia ini menganut satu nilai yang sama belaka. Maka mereka melihat cadar sebagai belenggu dan penjajahan, dan jauhnya kaum perempuan dari kemerdekaan. Padahal pada hakikatnya kemerdekaan itu nisbi belaka. Toh kita di dunia ini cuma senantiasa berpindah dari satu belenggu kepada belenggu-belenggu lainnya hyaaaaaaa!
8. Banyak orang kepingin ngesyer postingan ini, tapi nggak jadi karena ada gambar bikini wkwkwkwkk!
oleh : Iqbal Aji Daryono (13/03/2018)
Bicara Bikini dan Cadar disana terselip stereotip yang memang ekstrim diantara keduanya. Dalam konteks HAM tentu semua memiliki kebebasan masing-masing yang mesti saling dihargai. Tidak sedikit cerita diantara 2 kutub pakaian ekstrim ini saling menghujat dengan dalil dan argumen masing-masing. Perdebatan antara kebebasan dan penjajahan yang kesemuanya ternyata sangat personal bangets gans…hehehe.
Bagi orang Timur tentu berbusana sopan dalam ruang-ruang publik adalah diutamakan gans. Meskipun konsep sopan sendiri juga kadang masih ada perdebatan…xixixii. Mbuh lah….
Maturnuwun
baca juga :
- Dapur Istimewa
- Mertua
- Antara Bikini dan Cadar
- Berkaca pada Mbah Mitro, sosok perempuan tua tangguh nan inspiratif dari Jogjakarta
- Inilah alasan mengapa wanita perlu mandiri finansial?.
- Tips bela diri bagi perempuan saat kondisi diganggu lelaki
- Ragam ucapan Selamat Hari Kartini 2017 termasuk dari Presiden Jokowi
- Beredar abg alay perempuan berpose di masjid dengan mukena
- Selain bergurau bawa bom, hindari candaan mengarah pelecehan seksual kepada awak pesawat #bila gak mau repot.
***\Contact KHS Go Blog/***
Main blog : http://www.setia1heri.com
Secondary blog : http://www.khsblog.net
Email : setia1heri@gmail.com ; kangherisetiawan@gmail.com
Facebook : http://www.facebook.com/setia1heri
Twitter : @setia1heri
Instagram : @setia1heri
Youtube: @setia1heri
Line@ : @ setia1heri.com
PIN BBM : 5E3C45A0