Skip to main content

8 Hari yang Istimewa (5-selesai)

Part #5

Kamis, 10 Juni 2021

Pukul 10.00 WIB ambulan Puskesmas meluncur menuju Hotel Asrama Haji. Mengantar ibu dan kedua anak kami. Di hari ke empat kami isoman, akhirnya semua keluarga yang ada di rumah menyusul ke asrama haji. Kecuali bapak negatif.

Sesampai di asrama haji, anak-anak dan ibu bergegas menuju lantai tiga. Si tengah malah nampak riang sesampainya di kamar. “Senang ya…bisa nginep di hotel”, ujar si tengah.

Sore harinya ibu dan anak-anak langsung ikut cek kesehatan awal sebagai tamu yang baru datang. Saat itu kondisi ibu sesampainya di asrama terlihat lemas, dan sakit perut. Diare. Mengantre di lobi hotel bersama tamu-tamu yang lain. Antrean cukup lumayan panjang.

Sambil menemani anak-anak dan ibu cek kesehatan, saya ngobrol dengan tamu yang lain. Ada tante Suzan dan suaminya om Andre yang menyapa si kecil. Keduanya adalah sepasang pengantin baru. Baru tiga bulan menikah. Lantas Allah berikan ujian incip covid. Covid menyapa siapa saja tanpa pandang bulu. Usia berapapun. Baik yang dewasa hingga balita. Termasuk lajang ataupun sudah berkeluarga.

Sapaan ramah juga datang dari om Samir. Menyapa si kecil. Beliau juga sekeluarga isoman. Kecuali ayah dan kakeknya. Beliau sekeluarga dari Rungkut Surabaya. Klaster keluarga di awal bulan Juni mendominasi tamu asrama haji.

Om Samir juga nampak sudah terlihat lelah raut mukanya. Beliau menceritakan kalau selama isoman ibunya sulit diajak makan. Saya tularkan virus untuk terus bersemangat mendampingi ibu. Karena ibu adalah segalanya. Mumpung sekarang diberikan kesempatan istimewa untuk mendampingi ibu di sini. Membaktikan diri melayani ibu sebaik-baiknya.

Sore itu kedua anak kami dan ibu di cek kondisi kesehatan. Alhamdulillah dua anak kami tidak ada keluhan dan cukup stabil saturasi dan tensinya. Berbeda dengan ibu. Kondisinya nampak lemas. Pucat. Dan sejak sore masih diare. Tensinya juga rendah setelah di cek. Begitu pula saturasinya di bawah normal. Hampir menjelang magrib cek kesehatan baru selesai. Salah satu dokter yang memeriksa ibu memanggil saya dan suami. Sementara saya menemui dokter, si kecil di gendong kakaknya. 

Dokter memberikan saran agar ibu segera dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif. Degup jantung saya melaju agak cepat mendengar dokter menyampaikan informasi itu. Segera saya mengendalikan diri agar siap dengan semua yang terjadi. Suami meng”iya”kan saran dokter. Sebelum dirujuk ke rumah sakit, ibu langsung dibawa sementara ke lantai dasar, tidak jauh dari lokasi cek kesehatan. Di kamar dengan beberapa tabung oksigen serta alat-alat medis terlihat di sana, mungkin ruangan ini dipergunakan untuk tindak lanjut perawatan sementara pasien yang bergejala berat sebelum di rujuk ke rumah sakit.

Semua perlengkaapan ibu saya kemas. Saya sempatkan pula menyuapi ibu dengan bubur maghrib itu. Kondisi ibu sudah mulai nampak kesulitan bernafas. Sambil diberikan oksigen sementara saya menyuapi ibu dan memberikan semangat kepadanya. Saya terus menahan diri agar bulir air mata tak jatuh. Agar ibu juga tak menangis. Agar beliau kuat untuk melawan virusnya.  Usai dokter memastikan mendapat izin untuk rujukan ke rumah sakit yang dituju, ambulan di depan halaman hotel sudah siap mengantar.

Ba’da maghrib itu juga ibu di bawa ambulan untuk dirujuk ke rumah sakit Soewandi Surabaya. Anak-anak, suami dan saya hanya bisa melihat ibu sudah masuk di ambulan, dan kami semua saling melambaikan tangan. Ambulan sudah tak terlihat. Air mata saya jatuh juga akhirnya. Takdir Allah yang membuat saya hampir oleng. Namun suami menguatkan saya terus. Lantunan do’a dari anak-anak terucap otomatis usai mengantar ibu tadi. “Semoga mbah uti segera sembuh ya Allah….”, do’a si tengah.

Semalam saya tidak bisa tidur selepas ibu tidak bersama kami di sini. Kepikiran bagaimana komunikasinya nanti dengan ibu, karena tidak ada alat komunikasi yang di bawa ibu. Bapak yang negatif hasil swabnya langsung saya telepon untuk mendampingi ke rumah sakit menyelesaikan berkas administrasi. Tanpa bertemu ibu. Sesuai SOP rumah sakit pasien covid.

Jum’at, 11 Juni

Esok harinya bapak segera mengantar ponsel ke rumah sakit untuk diserahkan ke ibu melalui satpam rumah sakit. Alhamdulillah kami akhirnya bisa berkomunikasi. Malam jum’at tim medis menghubungi saya mengabarkan bahwa kondisi ibu menurun dan perlu dirujuk ke rumah sakit Mitra Keluarga. Ya Allah…saya terus berpasrah dan bermunajat kepada-Nya. Semoga ujian ini adalah terbaik buat kami. Saya “iya”kan pemberitahuan tim medis Rumah sakit Soewandi. Pukul 02.00 dini hari ibu kembali diantar ambulan menuju rumah sakit Mitra Keluarga di Pondok Candra.

Sabtu, 12 Juni

Pagi itu saya, suami dan anak kedua turun untuk ikut senam. Kecuali anak pertama sengaja saya suruh di kamar untuk mengikuti tes ujian tahfid sertifikasi juz 29 terlebih dahulu. Alhamdulillah anak pertama saya motivasi terus selama isoman agar tetap mengikuti tes setoran Al-Qur’an juz 29. Insyaallah dengan berjuang , berpayah-payah menghafal Al-Qur’an Allah akan memberikan obat agar segera negatif dari covid.

Meski perasaan sedih masih mengikuti, saya ajak anak-anak untuk terus mendoakan ibu. Semoga Allah memberikan kesembuhan. Usai senam suami dan anak-anak swab. Swab kali ketiga selama tujuh hari ini. Berharap semuanya negatif. Si tengah sudah duluan negatif sejak swab kedua.

Benarlah bahwa Al-Qur’an adalah penyembuh. Obat segala penyakit. Termasuk covid. Sabtu sore harinya saya membuka grup Whatsapp seperti hari-hari sebelumnya untuk mengecek data kepulangan. Alhamdulillah bahagianya, suami si kecil dan anak pertama sudah tertera namanya di data kepulangan. Sedihnya nama saya belum tercantum bersama mereka. Suami dan anak saya segera menuju lobi untuk mengikuti cek kesehatan dan meminta kitir (kertas kecil dengan tanda tangan dokter) untuk ditukar dengan surat kepulangan ke resepsionis.

“Aku tetap mau menemani bunda saja di sini sampai boleh pulang…”. Pinta si tengah. Meleleh saya mendengar pintanya. Saya masih di sini menunggu nama saya tercantum di data kepulangan. Si kecil juga harus bersama saya. Karena masih ASI.

Sore itu juga saya mengemasi perlengkapan serta barang-barang punya suami, anak pertama. Karena sudah menjelang magrib, suami memutuskan pulangnya Ahad pagi.

Ahad 13 Juni

Pagi itu usai sarapan suami dan anak pertama bersiap-siap  menuju halaman hotel. Bersiap pulang. Sambil menunggu mobil di rumah yang diantar teman, suami menemani saya dan anak-anak ikut senam. Belum selesai senam, mobil swab sudah datang. Saya pun segera mengecek daftar nama tamu yang di swab pada grup whatsapp di ponsel saya. Ternyata belum ada nama saya.

Suami dan anak pertama berpamitan. Saya masih harus bersabar menunggu data kepulangan. Dengan dibersamai si kecil dan anak kedua. Siang itu saya dan kedua anak tidak bisa istirahat siang. Keluar kamar dan mengobrol dengan tamu yang lain di halaman hotel. Saling menyemangati satu sama lain untuk segera pulang ke rumah.

Nampak Om Samir menuju resepsionis mengambil sesuatu. Saya menanyakan kondisi ibu beliau. Menularkan semangat agar terus mendampingi ibu beliau. Positif thingking. Meminta yang terbaik kepada-Nya. Semoga semuanya bisa segera berkumpul dengan keluarga.

Anak  kedua saya sangat membantu keperluan saya di sana. Berani mengambil jatah makan sore. Juga menggendong si kecil saat saya makan.

Senin, 14 Juni

Pagi ini masih mengikuti senam seperti biasanya. Belum selesai senam, mobil swab sudah datang. Saya bersegera mengecek datfar nama tamu yang ada di grup whatsapp. Bersyukur ada nama saya. Semoga swab keempat ini yang terakhir.

“Alhamdulillah ndhok… ada nama bunda di daftar kepulangan sore ini”. Ucap saya pad anak kedua.

Pukul 14.30 an informasi data kepulangan itu saya terima. Bahagianya saya. Sore harinya pukul 15.30. Bergegas mengemas semua perlengkapan, bersih diri dan menunaikan sholat asar. Lantas saya bersiap menuju antrian cek kesehatan untuk meminta kitir. Beberapa tas sudah saya bawa sekalian menuju lobi hotel. Saya kabari suami berita gembira ini. Suami pun memesankan kendaraan online via aplikasi beliau.

Kondisi kesehatan kami bertiga sudah bagus kata dokter. Saya ucakan banyak terimakasih kepada tim medis yang bertugas saat itu. Saya juga meminta dokumentasi bareng tim medis dan tim linmas hotel.

Oia,  selama kita isoman di sana hingga kepulangan, memang tim medis tidak mengumumkan hasil swab bagi tamu yang sudah negatif, tetapi langsung data nama-nama tamu yang boleh pulang.  Bisa dibayangkan capeknya semua kru tenaga kesehatan dalam sehari melayani tes swab mencapai 100 orang. Menyiapkan logistik makan tiga kali sehari. Membersihkan area hotel. Semoga lelah mereka berbuah berkah.

Delapan hari yang begitu istimewa bagi kami sekeluarga. Memberikan banyak hikmah. Mengantarkan kami pada takdir terbaik-Nya.

—–

Covid itu nyata. Jaga dirimu, keluargamu, dan orang-orang sekitarmu dengan masker. Patuhi protokol kesehatan. Sudah banyak tenaga kesehatan yang berpulang, ada pula yang tumbang ikut isoman. Tahan diri untuk sekedar ngumpul bareng teman agar happy. Tahan diri untuk tidak pulang kampung. Tahan diri untuk tidak keluar rumah agar covid ini segera pergi. Keluarlah bagi mereka yang memang menjadi tulang punggung keluarga, namun jangan abai protokol kesehatan.

Wabah ini belum selesai kawan. Terus lantunkan ikhtiar bumi dan ikhtiar langit. Terus patuhi protokol kesehatan sebagai ikhtiar bumi. Berdoa sebagai ikhtiar langit, meminta kepada Sang Pencipta agar covid diangkat dari bumi ini. Bagi muslim dekatlah dengan Al-Qur’an. Karena dia sahabat hebat di masa berat. (NRA).

-selesai-

Tinggalkan Balasan