Skip to main content

 8 Hari yang Istimewa (1)

 8 Hari yang Istimewa

#part 1

“Semangat sehat ya, semoga segera negatif dan bisa pulang ke rumah”. Pesanku pada teman-teman seperjuangan di Hotel Asrama Haji saat berpamitan pulang.

Delapan hari kami sekeluarga diberikan takdir terbaik dari Sang Maha Rahman. Allah memberikan kami incip menikmati positif covid 19. Ya, kami sekeluarga di awal bulan Juni merasakan bagaimana awal virus ini menyapa. Tepatnya mulai hari selasa, 1 Juni 2021 suami merasakan badannya demam. Panas tinggi hingga mencapai 39 derajat celsius. Saya yang malam harinya khawatir dengan kondisi suami, terus memantau suhu demamnya. Tidak ada tanda-tanda turun panasnya. Masih di angka yang sama. Meskipu turun hanya di angka 38 derajat celcius. Mencoba mengompres juga. Tapi hasilnya masih sama.

Saya mencoba membelikan obat penurun panas. Alhamdulillah panas sudah menurun 37 derajat celcius. Agak mereda demamnya, beliau minta dikerokin dengan alasan biar badan mendigan.  Usai kerokan, berselang satu hari suami berinisiatif untuk tes swab antigen. Tepatnya hari kamis sore, 3 Juni 2021 menjelang maghrib. Ba’da maghrib hasilnya pun keluar dan membuat saya shock hasilnya positif. Padahal suami sudah ikut vaksin dua tahap. Vaksin juga bukan penjaga terbaik. Hanya Allah sebaik-baik penjaga. Lantas, suami menunjukkan lembar hasil tes swab tersebut. Saya lihat sekali lagi untuk memastikan bahwa benar apa yang saya baca.

Esok harinya jumat, 4 juni 2021, suami memutuskan untuk tes swab PCR untuk memvalidasi hasil swab antigen. Menurut keterangan teman dokter, biasanya kalo swab anitigen positif, PCR nya juga positif. Sambil menunggu hasil swab PCR diinformasikan tiga hari kemudian, kami berdoa agar diberikan yang terbaik.

———————

Jum’at malam

Melihat raut muka suami yang lemas, saya pun berinisiatif bertanya ke teman dokter untuk konsultasi. Beliau menyarankan untuk cek saturasinya. Ternyata saturasi suami dibawah 95. Saran teman dokter saya, menyuruh suami untuk segera ke rumah sakit agar di cek kondisinya. Namun suami menolak. Beliau masih mau menunggu hasil swab PCR dulu dari Puskesmas. Sambil menunggu hasil swab PCR suami, saya bergegas berangkat ke rumah sakit untuk mengecek kondisi anak ketiga kami yang berusia tujuh bulan. Karena di hari jumat malam juga kondisinya demam. Panas tinggi mencapai 38 derajat celsius. Sabtu siang, 5 Juni 2021 saya menemui dokter anak dan alhamdulillah kondisi bayinya masih sehat sejauh ini. Dokter menyarankan agar segera dilakukan tes PCR untuk saya dan adik bayi kalo bisa hari ini. Untuk memastikan apakah positif covid.

Akhirnya usai dari rumah sakit memeriksakan adik bayi, saya lanjut ke salah satu layanan medis untuk tes PCR. Sampai di sana kami langsung ke pendaftaran. Menunjukkan identitas diri KTP dan kartu keluarga sebagai identitas adik bayinya. Petugas pun mengarahkan lokasi swab PCR yang semi outdor. Dengan layanan prima, dan tak terlihat antrian. Tak sampai sepuluh menit tes swab kami berdua selesai. Untuk swab dewasa sepeti PCR yang pada umumnya di masukkan alat usap lewat hidung. Sedangkan untuk adik bayi di usap lewat rongga mulut. Alhamdulillah, adik bayi pun kooperatif dan tidak menangis. Tim medisnya cukup profesional menangani tes usap pada balita.

Untuk PCR yang kami jalani berdua ini mandiri, bukan lewat jalur puskesmas. Mengingat Puskesmas memberikan informasi, seluruh keluaga akan di swab PCR apabila hasil dari suami sudah keluar. Saya berfikir itu terlalu lama, dan sebagai antisipasi untuk adik bayi saya bersegeran melakuka tes swab PCR mandiri. Itu pun juga dorongan kuat dari teman dokter anak saya.

Hasil swab saya dan adik bayi keluar hasilnya esok harinya, ahad 6 Juni. Qodarullah, sebelum mengetahui swab PCR suami kami lebih dulu mengetahui hasil swab kami. Dan hasilnya positif.

-bersambung-

One thought to “ 8 Hari yang Istimewa (1)”

Tinggalkan Balasan