Skip to main content

Analisa kritis debat panas Abu Janda, Denny dan Felix di ILC dan TV One

Analisa kritis debat panas Abu Janda, Denny dan Felix di ILC dan TV One. Acara debat  Indonesia Lawyers Club (ILC) pada Selasa (5/12/2017) di TV One dengan bertajuk ‘212: Perlukah Reuni?’ masih menjadi buah bibir. 3 orang yang jadi sorotan dalam acara yang dipandu oleh Karni Ilyas tersebut yakni Permadi Arya atau lebih populer dikenal Ustad Abu Janda Al Boliwudi (tulisan ustad gak pakai huruf z…xixixi ), Denny Siregar dan Ustadz Felix Siauw (pakai huruf z…hehehe). Ketiganya mengklaim ‘kemenangan’ masing-masing dengan versinya. Nah berikut sebuah tulisan analisis kritis menganenai ‘panggung sandiwara’ diatas. Monggo disimak gans…

Tulisan Agung Webe ini melintas di beranda KHS, kok ternyata isinya lebih kritis bila dibandingkan dengan tulisan-tulisan lain. Monggo dicermati gans…

Agung Webe
FELIX, DENNY & ‘ABU JANDA’

Saya tertarik menulis tentang tiga orang tersebut karena berita perihal tentangnya masih nangkring sebagai hastag #trendingtopic di sejumlah medsos yang ada.

Menarik? Tentu saja. Menariknya bagi saya adalah ketiganya mempunyai latar belakang profesi berbeda dan coba didudukkan dalam satu forum perdebatan (saya garis bawahi: debat bukan diskusi)

Pertama adalah Felix. Saya tidak mengenalnya, mendengar tauziahnya juga belum. Namun dari jejak digital dapat dilihat bahwa Felix adalah penceramah agama, masih muda dan cerdas. Pengetahuannya dalam ilmu agama terlihat dalam dari cara penyampaiannya meskipun ia seorang mualaf. Dan justru karena ‘mualaf’ inilah maka ia banyak digotong sana-sini sebagai testimoni tentang perpindahan keyakinan tersebut.

Kedua adalah Denny Siregar. Saya tidak follow dia. Hanya melihat beberapa note tulisannya yang dishare teman di beranda. Denny adalah penulis. Sebagai penulis tentu ia boleh menulis apa saja, termasuk politik dan agama.
Ketiga adalah Abu Janda. Saya tahu Abu Janda karena foto-fotonya di instagram. Ia bukan ustad dan bukan penulis. Ia penggiat media sosial. Sebagai penggiat medsos tentu aja ia juga bebas bicara apa saja yang jadi trending di sana.

Jadi ketiganya punya profesi beda. Ustad (penceramah agama), Penulis dan Penggiat sosial. Lalu coba anda bayangkan ketiga orang dengan profesi berbeda diminta bicara dari sudut pandang yang sama?

Siapa yang minta? TV One tentu saja, dalam hal ini diwakili Karni Ilyas sebagai moderator. Dan dengan hal tersebut tentu saja Penulis dan Penggiat Sosial tidak dapat bicara mendalam tentang agama.

Felix Siauw terlihat fasih bicara dalil-dalil agama, sementara Denny dan Abu Janda terlihat ‘bego’ ketika dihadapkan dengan dalil-dalil. Tentu saja, karena bukan kapasitas Denny dan Abu Janda bicara dalil-dalil.
Denny Siregar akan lebih terlihat cerdas apabila bicara dari sisi seorang penulis. Penulis yang mengamati politik dan agama dan jangan mau diseret ke dalam pembicaraan dalil agama. Pemikiran kritisnya tentang politik agama sangat tajam dan hal tersebut tidak dipunyai Felix tentu saja.

Ustad Abu Janda al-Boliwudi cerdas sebagai penggiat sosial. Ia memposisikan diri sebagai oposisi 212. Dan hal tersebut sah sebagai penggiat sosial. Apakah ia harus fasih dalil? Tentu saja tidak.

Para alumni 212 dan follower Felix lalu melalukan buli kepada Abu Janda yang dikatakan kalah dalil dan tidak punya pengetahuan agama yang setara dengan Felix. Bagi saya tentu saja, karena Abu Janda memang bukan penceramah agama seperti Felix.

Siapa yang menang? Felix? Denny? Abu Janda? Bukan! Mereka semua kalah! Yang menang adalah TV One yang berhasil meramu orang-orang yang memang tidak dapat disamakan tersebut?

Lalu ada yang berkata, “Lho bukannya di medsos Abu Janda menantang Felix? Kan harus ditemukan?”
Betul sekali. Yang perlu dilihat apakah tantangan Abu Janda sebagai ustad atau sebagai penggiat medsos?
Artinya bahwa sudut pandang Felix tidak dapat dikatakan mengalahkan Denny atau Abu Janda, demikian juga sebaliknya. Seharusnya si moderator juga tidak mengadu karena latar belakang profesi berbeda ini. Namun karena memang tujuannya ‘mengadu’ yang disebabkan rating industri lalu masyarakat disuguhi tontonan konyol yang tak lebih seperti drama sinetron.

Denny sebagai penulis tentu saja melihat dari sudut logika yang ada. Lalu dibenturkan dengan dalil dan keyakinan. Felix sebagai ustad juga selalu berlindung di balik ayat-ayat yang dibuat mendukung opininya. Sementara Abu Janda membiarkan dirinya menjadi apa adanya seperti di medsos, yaitu clengekan dan vulgar.

Lalu apa yang dicari masyarakat? Berita dan pertentangan tentu saja. TV One tidak akan laku bila tidak menampilkan acara seperti itu. Bahkan setelah itu follower Denny dan Abu Janda meningkat pesat. Ya, itulah pasar.
Fellix, Denny dan Abu Janda sengaja ditampilkan karena punya pasar. Sementara Ahmad Dani yang sudah tidak punya pasar dihadirkan sebagai ‘bawang kotong’ atau pelengkap penderita.

Apakah doa pengikut Felix agar Denny dan Abu Janda tobat dan segera kembali ke jalan yang lurus (bagi mereka) akan dikabulkan?

Eeittt nanti dulu! Karena sudah dikatakan oleh Sudjiwo Tedjo bahwa Tuhan tidak perlu dibela. Apalagi memerintahkan Tuhan untuk mengubah Denny dan Abu Janda.

Biarkan mereka berkarya dalam profesinya masing-masing dan selama tetap ada konflik maka karya mereka akan terus laku.

Nanti kalau sudah tidak laku, maka caranya gampang, yaitu bikin konflik lagi!

sumber : fb Agung Webe (7/12/2017)

Tulisan tersebut mendapatkan tanggapan dari warganet.

Nurfuadi Zulfikri M
Yah… Walau memang berbeda latar belakang profesi, tapi kan yang di bahas adalah hal yang sama, yang jadi masalah adalah kalau memang ingin melihat latar belakang profesi seharusnya ketiganya menyampaikan pendapat/argumen/bahanomongan/apapun itu yang masih dalam ranah latar belakang profesi masing2, lalu kenapa abu janda dianggap terlihat “Bego” (maaf) dan kalah oleh ustadz felix? Itu karena dia menyampaikan pendapatnya diluar dari ranah LATAR BELAKANG PROFESINYA, kalau memang dia dalam posisi sebagai penggiat media sosial dan bukan ustadz kenapa harus menyampaikan pendapat/argumen yang mengarah terhadap dalil agama yang ternyata itu salah kebenarannya, tentu saja ustadz felix hanya membenarkan yang salah dari apa yang disampaikan abu janda, kekalahan disini bukan masalah abu janda berbeda latar profesi dengan ustad felix, tetapi apakah yang disampaikan oleh abu janda itu berdasarkan data yang valid dan ada bukti atau tidak…

dan ternyata semua yang disampaikan abu janda itu salah dengan dibuktikan oleh ustad felix lewat argumennya yang memang sesuai dengan ranah latar profesinya sebagai ustad… Jangan jadikan perbedaan latar belakang profesi sebagai jalan untuk menghindari fakta bahwa abu janda kalah, bukan berarti bila dia pegiat media sosial, dia bisa semena-mena menyampaikan sesuatu yang terbukti salah, dan bahkan dia sendiri tidak tau kebenarannya, media sosial pun punya aturan, apalagi ini adalah forum bersama yang cukup dikenal orang banyak. Kecerdasan seseorang bukan dilihat dari latar belakangnya tapi dari cra berbicara dan apa isi yang dibicarakan berbobot atau tidak… abu janda dan semua yang hadir, semua ada di tempat yang sama itu berarti semuanya sudah menyanggupi apa yang akan dibahas dalam forum tersebut.
Hanya menyampaikan pendapat….

Jhony Hermansyah
masalahnya si abu janda binti panik itu merasa dia seorang ustad. dia ngerti kajian agama dan teriak sana sini atas pemahaman dia. kalau dia ga jualan agama duluan juga dia ga akan dipertemukan dgn ahli agama. nah giliran diadu dia ngakunya bukan ustad. coba lihat recordnya, dia selalu motong ketika disebutkan dalil. karena dia tahu kalau di saat itu adalah titik dimana ia jatuh

Tulisan diatas melihat ‘panggung sandiwara’ dengan kacamata out of the box. KHS yang lagi belajar ngangsu kaweruh ini melihat bahwa itu adalah komoditi dan market. Orang like dan dislike akut dalam sebuah hal adalah pangsa pasar yang perlu digarap untuk mendapatkan ceruk keuntungan. Hal inilah kecerdikan para pebisnis dalam menjual apapun demi mendapatkan untung.  Tidak hanya itu, coba tengok jaringan medsos ketiga orang diatas pasti ada tambah follower….xixixixi. Juga cek video-video tentang debat panas ketiga orang tersebut di Youtube pasti banyak yang nonton. Ya..intinya jualan seperti juga pada tulisan postingan ini…xixixixi.

Sekedar diketahui acara ILC diatas selain ada 3 orang diatas juga hadir beberapa tokoh lain seperti budayawan Sujiwo Tejo, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah dengan Fadli Zon, dai KH M Al Khaththath, pengacara Eggi Sudjana, dan musisi Ahmad Dhani. Juga pengamat politik Rocky Gerung, anggota DPR RI Komarudin Watubun, dan penggiat media sosial Denny Siregar, Ketua Pengurus Besar NU Marsyudi Suhud, Koordinator Jaringan Islam Anti Diskriminasi/JIAD Aan Anshori, cendikiawan Muslim Asyumardi Azra, serta via video conference pakar hukum tata negara Mahfud MD.

Maturnuwun

baca juga :

***\Contact KHS Go Blog/***
Main blog : http://www.setia1heri.com
Secondary blog : http://www.khsblog.net
Email : setia1heri@gmail.com ; kangherisetiawan@gmail.com
Facebook : http://www.facebook.com/setia1heri
Twitter : @setia1heri
Instagram : @setia1heri
Youtube: @setia1heri
Line@ : @ setia1heri.com
PIN BBM : 5E3C45A0

 

9 thoughts to “Analisa kritis debat panas Abu Janda, Denny dan Felix di ILC dan TV One”

Tinggalkan Balasan