Skip to main content

Apa itu PCC (Parasetamol, Carisoprodol, dan Cafein)? Ini penjelasan BPOM RI brosis

Apa itu PCC (Parasetamol, Carisoprodol, dan Cafein)? Ini penjelasan BPOM RI brosis.  Kasus anak muda yang menjadi korban PCC di Kendari mengundang keprihatinan banyak pihak termasuk BPOM RI. Hasil uji laboratorium ternyata tablet PCC yang dikonsumsi korban mengandung 2 jenis tablet. Sekilas info bahwa PCC itu obat yang harus memakai resep dokter dimana siapapun yang mengkonsumi tidak boleh sembarangan. Memang sih ini obat beredar luar dimasyarakat namun dalam pemakaian tidak wajar akan menimbulkan efek layaknya NAPZA. Berikut penjelasan dari BPOM via siaran pers nya

BADAN POM PERANG TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DAN OBAT ILEGAL

Jakarta – Kejadian di Kendari terkait adanya korban setelah mengonsumsi produk tablet yang mencantumkan tulisan “PCC”, Badan POM menyatakan keprihatinan dan meminta semua pihak untuk bekerja sama menyelesaikan permasalahan ini. Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito menyatakan bahwa tablet PCC yang dikonsumsi korban di Kendari adalah produk ilegal yang tidak pernah terdaftar di Badan POM sebagai obat. “Hal itu berarti tablet tersebut tidak boleh dikonsumsi oleh siapa pun”, tegas Penny K. Lukito (18/09).

Berdasarkan hasil uji laboratorium Badan POM RI, terdapat 2 jenis tablet PCC yang berbeda kandungannya yang dikonsumsi korban. Pertama mengandung Parasetamol, Carisoprodol, dan Cafein. Kedua mengandung Parasetamol, Carisoprodol, Cafein, dan Tramadol.

Paracetamol baik sebagai sediaan tunggal maupun kombinasi bersama Kafein saat ini masih diperbolehkan untuk penggunaan terapi. Sementara Carisoprodol merupakan bahan baku obat yang memberi efek relaksasi otot dengan efek samping sedatif dan euforia. Pada dosis yang lebih tinggi dari dosis terapi, Carisoprodol dapat menyebabkan kejang dan halusinasi, serta efek lainnya yang membahayakan kesehatan hingga kematian.

Sebelumnya, produk dengan kandungan Carisoprodol resmi beredar di Indonesia, namun produk tersebut banyak disalahgunakan. “Karena itu, pada tahun 2013, semua obat yang mengandung Carisoprodol (Carnophen, Somadril, Rheumastop, New Skelan, Carsipain, Carminofein, Etacarphen, Cazerol, Bimacarphen, Karnomed) yang diberikan izin edar oleh Badan POM RI dicabut izin edarnya dan tidak boleh lagi beredar di Indonesia”, jelas Penny K. Lukito.

Menyikapi maraknya penyalahgunaan obat-obat tertentu maupun peredaran obat ilegal di Indonesia, Badan POM telah melakukan serangkaian kegiatan intensifikasi pengawasan dan penegakan hukum, antara lain:

  1. Januari 2014 ditemukan bahan baku ilegal Carisoprodol sebanyak 195 tong @25 Kg (4.875 Kg) di Pelabuhan Sunda Kelapa di Jakarta Utara.
  2. September 2016 ditemukan 42 juta tablet ilegal yaitu Carnophen, Trihexyphenidyl (THP), Tramadol, dan Dekstometorfan di Balaraja – Banten. Tablet ilegal ini sudah dimusnahkan. Sebanyak 60 truk barang bukti yang dimusnahkan tersebut memiliki nilai keekonomian sekitar 30 miliar rupiah.
  3. Operasi Terpadu Pemberantasan Obat-obat Tertentu (OOT) yang sering disahgunakan di wilayah Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Banjarmasin, Mataram, Denpasar, Makassar, Serang, dan Palangkaraya pada tanggal 17-21 Juli 2017. Dari hasil operasi terpadu tersebut ditemukan masih adanya peredaran OOT di toko obat, toko kosmetik, dan toko kelontong sejumlah 13 item (925.919 pieces) dengan total dengan nilai keekonomian mencapai 3,1 miliar rupiah.
  4. Operasi Gabungan Nasional 5-6 September 2017. Ditemukan 436 koli atau sekitar 12 juta butir obat ilegal yang sering disalahgunakan yaitu Carnophen, Trihexyphenidyl (THP), Tramadol, dan Seledryl dengan nilai keekonomian mencapai 43,6 miliar rupiah di Banjarmasin. Temuan ini hasil Operasi Gabungan Nasional Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal yang dilakukan oleh petugas BBPOM di Banjarmasin bekerja sama dengan Tim Khusus “Bekantan” Polda Kalimantan Selatan.
  5. Balai Besar POM di Makassar juga menemukan “PCC” sebanyak 29.000 tablet. pelanggaran tersebut merupakan tindak pidana di bidang obat. Badan POM akan mengambil langkah tegas termasuk merekomendasikan pencabutan izin sarana ke Kemenkes.
  6. Balai POM di Mamuju menemukan 179.000 tablet di sarana ilegal yang terdiri dari Trihexyphenidyl dan Tramadol.

Berdasarkan hasil tersebut, masih perlu dilakukan peningkatan pengawasan yang lebih komprehensif. “Masalah peredaran obat ilegal ini merupakan isu yang serius karena dampaknya bisa merusak generasi penerus bangsa. Seluruh komponen bangsa harus bergerak bersama dan berkomitmen untuk mengatasi permasalahan ini. Untuk itu, Badan POM RI bersama Kepolisian RI, BNN dan instansi terkait lainnya telah sepakat untuk berkomitmen membentuk Tim Aksi Nasional Pemberantasan Penyalahgunaan Obat, yang akan bekerja tidak hanya pada aspek penindakan, namun juga pencegahannya”, tegas Kepala Badan POM RI.

Aksi Nasional Pemberantasan Penyalahgunaan Obat akan dicanangkan pada 4 Oktober 2017 bersama Kemenkes, Kemendagri, POLRI, BNN, dan Kejaksaan Agung. Selain itu, juga dilakukan Pembangunan Barcode 2D untuk penelusuran Track and Trace obat legal dan ilegal serta monitoring produksi industri farmasi, PBF, dan sarana pelayanan (Apotek, Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik). Terkait hal tersebut, Badan POM didukung oleh Regulator Obat dan Makanan di Turki, yaitu Turkey Agency for Medicine and Pharmaceutical Devices.

Badan POM RI bersama Kepolisian RI dan BNN akan terus menelusuri kasus ini sampai tuntas guna mengungkap pelaku peredaran obat ilegal tersebut beserta jaringannya. Badan POM RI berperan aktif dalam melakukan penelusuran, memberikan bantuan ahli, serta uji laboratorium dalam penanganan kasus tersebut. Tidak hanya di Kendari, Balai Besar/Balai POM (BB/BPOM) di seluruh Indonesia juga bergerak serentak mengawasi kemungkinan adanya peredaran tablet PCC atau obat ilegal lainnya di wilayah masing-masing.

Peran Badan POM dalam menerapkan strategi pengawasan obat dan makanan telah diperkuat dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 tahun 2017 tentang Peningkatan Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan, dimana pada Inpres tersebut Badan POM dalam meningkatkan efektivitas pengawasan obat dan makanan didukung oleh 9 ( sembilan) Kementerian dan Pemerintah Daerah dalam hal ini Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Perkuatan Badan POM juga didukung adanya Perpres No. 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan, dimana Badan POM RI akan memiliki struktur baru yaitu Deputi Bidang Penindakan yang akan mempertajam aspek penindakan dan memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan kemanusiaan di bidang obat dan makanan.

Agar kasus penyalahgunaan obat tidak berulang, maka harus ada efek jera terkait sanksi pidana terhadap oknum pelaku kejahatan. Untuk itulah Badan POM RI membutuhkan payung hukum berupa Undang-Undang Pengawasan Obat.

Badan POM terus memantau dan menindaklanjuti pemberitaan ini. Kepala Badan POM RI mengimbau agar masyarakat selalu berhati-hati mendapatkan dan mengonsumsi obat. “Pastikan membeli obat hanya di sarana resmi seperti Apotek, Puskesmas, dan Rumah Sakit”, ujar Penny K. Lukito. Jangan mudah tergiur dengan obat murah yang ditawarkan seseorang atau pihak tertentu. “Pastikan obat tersebut memiliki izin edar Badan POM”, tutupnya.

Untuk informasi lebih lanjut hubungi:

Contact Center HALO BPOM di nomor telepon 1-500-533, SMS 0-8121-9999-533, email halobpom@pom.go.id, atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.

Sumber: http://www.pom.go.id/

***

Well, mari kita dukung aksi bersama memerangi peredaran obat ilegal ini yang merusak generasi penerus bangsa. Tidak usah berteriak lantang anti NARKOBA namun minimal kita menjauhi barang haram tersebut.

Maturnuwun

baca juga :

***\Contact KHS Go Blog/***
Main blog : http://www.setia1heri.com
Secondary blog : http://www.khsblog.net
Email : setia1heri@gmail.com ; kangherisetiawan@gmail.com
Facebook : http://www.facebook.com/setia1heri
Twitter : @setia1heri
Instagram : @setia1heri
Youtube: @setia1heri
Line@ : @ setia1heri.com
PIN BBM : 5E3C45A0

2 thoughts to “Apa itu PCC (Parasetamol, Carisoprodol, dan Cafein)? Ini penjelasan BPOM RI brosis”

Tinggalkan Balasan