Skip to main content

Mengelola kecanduan gadget pada anak

Beginilah salah satu cara Mengelola kecanduan gadget pada anak. Yah namanya candu tentu tidak baik bagi kesehatan fisik, jiwa dan mental sehingga perlu dikelola dan direhabilitasi. Gadget memang memiliki 2 sisi mata uang antara positif dan negatif sebagai sebuah imbas kemajuan teknologi. Beberapa orang menyebut kecanduan gadget dengan istilah nomophobia. Oleh karena itu perlu bijak dan elegan ketika berinteraksi dengan gadget ini. Yuuk disimak bagaimaimana cara mengelola kecanduan gadget pada anak matemans…

mengelola-kecanduan-gadget-pada-anak

🌾🌷🌾🌷🌾🌷
Mengelola kecanduan gadget pada anak
🌾🌷🌾🌷🌾🌷🌾
@lailacahyadi

Saya berkesempatan mengisi kajian Ramadhan di sebuah masjid. Pesertanya semua usia. Temanya sungguh menarik, tentang mendidik anak di Era Gadget.

Ehm…sebenarnya saya agak ragu dengan tema ini. Pasalnya hingga kini saya masih terus berjuang untuk menegakkan interaksi yang sehat dan proposional dengan gadget di keluarga. So, ini adalah pembelajaran konsistensi bagi saya sendiri.

Memiliki 3 anak lelaki usia SD, SMP dan SMA adalah ujian berat terkait hobi main game. Anak perempuan tidak terlalu, banyak hal menarik lain yang cukup menyibukkan mereka…tetapi anak lelaki…hadeuh!

“ Akan main game? Baca 1 juz dulu …wajib ya sayang!”
Demikian tulisan besar-besar di atas layar PC di rumah kami. Jika bukan bulan Ramadhan, berlaku game time hanya Jumat sore hingga Ahad sore. Berhubung liburan, seolah menjadi pembenaran mereka boleh main game setiap hari.

Tulisan di atas bagian dari pengendalian. Melengkapi aturan lain, misalnya belum boleh main jika belum mandi dan mengerjakan tugas pagi. Tiap main 2 jam harus cabut rumput selama ½ jam. Atau tiap berapa jam main harus baca buku sebanyak jam main. Kami ijinkan mereka main game di rumah, tapi tidak boleh di warnet atau play station.

Butuh perjuangan dan konsistensi untuk menegakkan aturan itu.

Akhir-akhir ini saya melihat mereka mengakali dengan beralih gadget. Jadi seakan aturan itu hanya berlaku di PC rumah. Adapun jika sudah dua jam, mereka akan beralih ke ipad, ipod atau smartphone. ‘Kreatifnya’ selalu ada celah ya, untuk melanggar aturan ya.

Itu contoh tantangan yang kuhadapi dengan anak-anakku sendiri. Malam itu, aku tetap memberanikan diri membahas tema tersebut.

Ibu moderator acara adalah seorang pembina pengajian di masjid yang lumayan besar itu. Beliau mengantarkan dengan vulgar dan berapi-api.

“Beberapa waktu yang lalu, kita semua digegerkan oleh ibu X yang kehilangan anaknya. Hingga larut malam, ibunya bertanya ke para tetangga dimana anaknya, ternyata si anak, semua yaitu mas Y, mendekam di warnet….”

Waah aku merasa sangat tidak nyaman mendengar penyebutan nama pribadi di depan forum untuk sesuatu yang kurang postif. Eh ternyata masih berlanjut.

“…hingga ibu X mendemo warnet itu untuk tutup saja karena dianggap merusak anak-anak muda di kampung ini…”

Buntutnya ibu moderator ini pada kesempatan demo itu menasehati bahwa jika warnet yang ini ditutup, maka Mas X dan teman-temannya akan mencari warnet lain yang lebih jauh, dan tentu akan semakin susah ditemukan oleh orang tuanya, saat si anak tidak pulang.

Media alternatif

Itulah salah satu latar belakang diadakannya acara kajian ini. Dari dialog yang cukup hidup, saya coba rumuskan masalah anak-anak dan kecanduan gadget.

  1. Anak-anak selalu ingin tahu, internet membuka peluang untuk mereka menjelajah dunia.
  2. Kurangnya pendampingan orang tua dan alternatif kegiatan positif di dunia nyata menyebabkan perhatian anak tersedot ke dunia maya. Seandainya di setiap kampung ada klub bulu tangkis, pingpong, sepak bola, voli, klub kesenian, klub menulis, klub bahasa…pastilah banyak waktu tercurah untuk berlatih dan mengikuti even-even lomba.
  3. Kurangnya media alternatif seperti perpustakaan untuk memuaskan keingintahuan anak.
  4. Kesenjangan pengetahuan orang tua-anak dalam penguasaan teknologi, sehingga ortu kurang bisa bijak mensikapi. Menciptakan konlik ortu-anak yang memperburuk situasi.
  5. Keterlambatan di dalam penanganan kecanduan. Orang tua terlambat mengenali saat anaknya mulai kena bibit kecanduan.
  6. Sebagian orang tua kurang menyadari bahaya yang mengancam dibalik ketergantungan pada gadget ini.

“Bagaimana mengingatkan anak agar mereka mau mendengarkan orang tua? Jika sudah main game, mereka tidak mau belajar dan membantu orang tua…” Itu pertanyaan salah seorang bapak tentang anak lelakinya yang usia SMP.

  1. Saya mengajak para ortu untuk memulai dengan bertaubat. Jika ortu melihat kesalahan pada anak, maka bercerminllah untuk menelisik kesalaha diri. Bertaubat kepada Allah dan bermohon agar Allah ampuni dab beri kesadaran pada anaknya.
  2. Setelah itu Jadilah orang tua ruhiyah, rajinlah untuk mendekat kepada Allah dengan ibadah seperti sholat malam dan mengaji, karena akan memuat orang tua memiliki “qoulan tsaqila” atau kata-kata yang berbobot. Kata-kata orang tua akan mengendap di hati anak dan memiliki pengaruh kuat.
  3. Mulailah dengan keteladanan. Saat orang tua bersama anak, jangan abaikan anak dengan sibuk sendiri bermedsos atau sms-an, yang membuat anak merasa terabaikan. Batasi interaksi ortu dengan gadget untuk mencontohkan pada anak bahwa kitalah yang mengatur teknologi dan bukan gadget yang menjajah hidup kita.
  4. Hindarkan tidakan pragmatis seperti memberikan gadget pada balita agar mereka diam anteng karena orang tua sedang repot.
  5. Buatlah lebih banyak acara bersama anak, seperti memasak bersama, berkebun, bermain, mendampingin belajar, pergi makan bersama atau piknik refreshing. Saat melakukan itu, jauhkan diri anda dengan gadget.l
  6. Bergaul dan berkomunikasilah dengan penuh cinta kepada anak anda. Baik dengan bahasa verbal maupun non verbal. Anak akan merasakan cinta dan perhatian orang tuanya. Hingga saat anda menasehati anak, anda dapat mengandalkan garansi cinta ini.

“Anakku, jika kamu sayang ibu, tolong ya, berhenti main game. Kamu sayang sama ibu kan? Ibu sayang banget padamu” Kukira tak akan anak mengatakan
“Aku nggak cinta sama ibu!” kecuali memang jika ortunya telah berlaku menyebalkan dan menyakiti hatinya selama ini. Jika ortu telah selalu berusaha mencurahi cinta, pastilah anak akan terketuk hatinya.

Saya kadang berkata:
“Mas, ibu sayang sama kamu,. Kamu bisa lihat dan rasakan kan? Kalau ibu melarang ini itu, semua karena ibu ingin yang baik buat kamu. Jika kamu sayang ibu, turutlah nasehat ibu…”

Biasanya akan mempan untuk menjadikan ia menuruti apa yang saya nasehatkan.

Ah saya terus beristghfar dan berjuang karena masih jauh dari konsistensi pelaksanaan semua idealitas. Mohon doanya ya pembaca semua, semoga anak-anak (dan juga kita), tidak dijajah sarana teknologi. Semoga bisa menjadikan kemajuan IT untuk pengembangan diri, potensi dan kontribusi.

sumber : WAG

****

Itulah mantemans salah satu pengalaman menghadapi anak ketika kecanduan gadget. Kita tidak bisa menyalahkan anak karena mungkin salah kita yang terlalu dini mengenalkan gadget padanya. Kalau belum terlanjur lebih baik dihindari untuk memberikan gadget pada anak diusia-usia tumbuh kembang. KHS sendiri selama ini juga sudah terlanjur namun akhirnya kami batasi boleh bermain gadget hanya pada hari libur saja yakni hari Sabtu dan Minggu saja. Dan kalau dilanggar maka seminggu kedepan tidak boleh main gadget lagi. Syukurlah aturan ini disepakati meskipun kadang pula dilanggar…hehehe. Yah namanya saja anak-anak…

Maturnuwun

baca juga :

—\Contact KHS/—
Main blog : http://www.setia1heri.com
Secondary blog : http://www.khsblog.net
Email : setia1heri@gmail.com ;kangherisetiawan@gmail.com
Facebook:http://www.facebook.com/setia1heri
Twitter : @setia1heri
Instagram : setia1heri
Line@ : @setia1heri.com
Youtube: @setia1heri
PIN BBM : 5E3C45A0

9 thoughts to “Mengelola kecanduan gadget pada anak”

Tinggalkan Balasan