Skip to main content

Aku bangga meskipun anakku rangking tetap ke-23

Sebuah cerita nyata inspiratif yang dituliskan Muhammad Yassin Soepardi tentang sisi lain buah hatinya. Cerita ini didedikasikan untuk nanda Noor Annisa Maulicha yang ditulisnya pada hari rabu tepat pada hari kemerdekaan, 17 Agustus 2016.  Tulisan yang berjudul Anakku yang Rangking ke-23 ini menceritakan sisi lain anaknya yang ternyata memiliki kecerdasan sosial dibandingkan dengan kecerdasan intektual. Menariknya si anak tidak mau bercita-cita menjadi pahlawan…tetapi menjadi orang dipinggir jalan yang menyambut ketika pahlawan datang…hehehe. Monggo dibaca tulisan inspiratif ini mantemans…

aku bangga anakku rangking ke-23

***

*ANAKKU YANG RANGKING KE-23*

Di kelasnya ada 25 orang murid, setiap kenaikan kelas, anak perempuanku selalu mendapat ranking ke-23.
Lambat laun ia dijuluki dengan panggilan nomor ini. Sebagai orangtua, kami merasa panggilan ini kurang enak didengar, namun anehnya anak kami tidak merasa keberatan dengan panggilan ini.

Pada sebuah acara keluarga besar, kami berkumpul bersama di sebuah restoran. Topik pembicaraan semua orang adalah tentang jagoan mereka masing-masing. Anak-anak ditanya apa cita-cita mereka kalau sudah besar? Ada yang menjawab jadi dokter, pilot, arsitek bahkan presiden. Semua orangpun bertepuk tangan.

Anak perempuan kami terlihat sangat sibuk membantu anak kecil lainnya makan. Semua orang mendadak teringat kalau hanya dia yang belum mengutarakan cita-citanya. Didesak orang banyak, akhirnya dia menjawab: “Saat aku dewasa, cita-citaku yang pertama adalah menjadi seorang guru TK, memandu anak-anak menyanyi, menari lalu bermain-main”.

Demi menunjukkan kesopanan, semua orang tetap memberikan pujian, kemudian menanyakan apa cita-citanya yang kedua. Diapun menjawab : “Saya ingin menjadi seorang ibu, mengenakan kain celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan cerita untuk anak-anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk melihat bintang”. Semua sanak keluarga saling pandang tanpa tahu harus berkata apa. Raut muka suamiku menjadi canggung sekali.

Sepulangnya kami kembali ke rumah, suamiku mengeluhkan ke padaku, apakah aku akan membiarkan anak perempuan kami kelak hanya menjadi seorang guru TK? Anak kami sangat penurut, dia tidak lagi membaca komik, tidak lagi membuat origami, tidak lagi banyak bermain. Bagai seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les belajar sambung menyambung, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan terus tanpa henti.

Sampai akhirnya tubuh kecilnya tidak bisa bertahan lagi terserang flu berat dan radang paru-paru. Akan tetapi hasil ujian semesternya membuat kami tidak tahu mau tertawa atau menangis, tetap saja rangking 23. Kami memang sangat sayang pada anak kami ini, namun kami sungguh tidak memahami akan nilai sekolahnya.

Pada suatu minggu, teman-teman sekantor mengajak pergi rekreasi bersama. Semua orang membawa serta keluarga mereka. Sepanjang perjalanan penuh dengan tawa, ada anak yang bernyanyi, ada juga yang memperagakan kebolehannya.
Anak kami tidak punya keahlian khusus, hanya terus bertepuk tangan dengan sangat gembira. Dia sering kali lari ke belakang untuk mengawasi bahan makanan. Merapikan kembali kotak makanan yang terlihat sedikit miring, mengetatkan tutup botol yang longgar atau mengelap wadah sayuran yang meluap ke luar. Dia sibuk sekali bagaikan seorang pengurus rumah tangga cilik.

Ketika makan, ada satu kejadian tak terduga. Dua orang anak lelaki teman kami, satunya si jenius matematika, satunya lagi ahli bahasa Inggris berebut sebuah kue. Tiada seorang pun yang mau melepaskannya, juga tidak mau saling membaginya. Para orang tua membujuk mereka, namun tak berhasil.

Terakhir anak kamilah yang berhasil melerainya dengan merayu mereka untuk berdamai. Ketika pulang, jalanan macet. Anak-anak mulai terlihat gelisah. Anakku membuat guyonan dan terus membuat orang-orang semobil tertawa tanpa henti.

Tangannya juga tidak pernah berhenti, dia mengguntingkan berbagai bentuk binatang kecil dari kotak bekas tempat makanan. Sampai ketika turun dari mobil bus, setiap orang mendapatkan guntingan kertas hewan shio-nya masing-masing. Mereka terlihat begitu gembira.

Selepas ujian semester, aku menerima telpon dari wali kelas anakku. Pertama-tama mendapatkan kabar kalau rangking sekolah anakku tetap 23. Namun dia mengatakan ada satu hal aneh yang terjadi. Hal yang pertama kali ditemukannya selama lebih dari 30 tahun mengajar. Dalam ujian bahasa ada sebuah soal tambahan, yaitu SIAPA TEMAN SEKELAS YANG PALING KAMU KAGUMI & APA ALASANNYA. Semua teman sekelasnya menuliskan nama : ANAKKU!

Mereka bilang karena anakku sangat senang membantu orang, selalu memberi semangat, selalu menghibur, selalu enak diajak berteman, dan banyak lagi. Si wali kelas memberi pujian: “Anak ibu ini kalau bertingkah laku terhadap orang, benar-benar nomor satu”. Saya bercanda pada anakku, “Suatu saat kamu akan jadi pahlawan”.

Anakku yang sedang merajut selendang leher tiba-tiba menjawab : “Bu guru pernah mengatakan sebuah pepatah, ketika pahlawan lewat, harus ada orang yang bertepuk tangan di tepi jalan.”
.
*“IBU… AKU TIDAK MAU JADI PAHLAWAN… AKU MAU JADI ORANG YANG BERTEPUK TANGAN DI TEPI JALAN”*

Aku terkejut mendengarnya. Dalam hatiku pun terasa hangat seketika. Seketika hatiku tergugah oleh anak perempuanku. Di dunia ini banyak orang yang bercita-cita ingin menjadi seorang pahlawan. Namun Anakku memilih untuk menjadi orang yang tidak terlihat. Seperti akar sebuah tanaman, tidak terlihat, tapi ialah yang mengokohkan.

Jika ia bisa sehat, jika ia bisa hidup dengan bahagia, jika tidak ada rasa bersalah dalam hatinya, MENGAPA ANAK-ANAK KITA TIDAK BOLEH MENJADI SEORANG BIASA YANG BERHATI BAIK & JUJUR…
Yukk…sayangi anak kita.

Kisah ini untuk:
– Anakku terkasih Noor Annisa Maulicha

Juga untuk:
– Anakku tercinta Maulina Fanfan
– Istriku tersayang Tyaswening Pangastuti
– Sahabatku terbaik Yohana Yuni Prihastuti
– Ibu guru terbaik Yulia Susanti Kurnia Azizah
– Ponakan cantik Betty Kumala Febriawati
– Temanku Dyan Soeryono
– dan ANDA yg tanpa lelah mmbimbing anak2 kami menjadi HEBAT!!!

 —  bersama Rina Tabitha Sopacua, Komunitas Belajar Negri Dongeng, Tki Al Qomar Banyuwangi, Sdit AL Qomar Bwi, Noor Annisa Maulicha, Maulina Fanfan, Setia Rahma, Sri Suryani Puguh, Wieta Prawieta Sweet dan Pdci Class di SDIT Alqomar-Banyuwangi
****
Hingga tulisan ini diketik postingan tersebut telah mendapat ragam tanggapan netizen hingga 20k.  Semua merasa kagum, takjub dan memberikan apresiasi terhadap pilihan anak masing-masing. “Memang seharusnya seperti ini. Kalau memang itu jalannya, jgnlah sesekali dipaksakan..Semua orang memiliki peran & karakteristik masing. Jika belum mampu untuk menjadi sempurna, lakukan hal yg terbaik terlebih dulu.. “ujar  Ary Daihatsu.

“Ortu hanya membimbing biarlah anak2 memilih jalan sesuai cita2 nya yg positif, rezeki sudah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa. “ujar  Sumi Haryati

“Klo tdk ada anak spt ini alangkah membosankan hidup ini, sll ada persaingan dan persaingan, tp anak ini memberi warna yg indah, menjadi lilin dlm kegelapan, sayangku buatmu nak…”kata  Ani Bangun

“Semua orangtua dan guru mulai sekarang harus merubah paradigma bahwa nilai bukan segala2nya , bahwa pintar bukan tujuan utama pendidikan dan bahwa kekurangan anak bukan lah aib …pendidikan karakter jauh lebih penting , saat ini kesantunan , rendah hati sdh pudar tawuran dimana2 pergaulan bebas menakutkan …yuu kita didik anak2 kita dgn segala keunikan nya dan jg mendidik hatinya yg pAling utama ..”terang  Endah Hasanah.

“Setiap manusia punya cara dan pola pikir yg berbeda nah jng prrnah menyepelekan apa yg menjadi keinginan dan cita2nya tetaplah kita selalu memveri dukungan dan motivasi yg besar untuk kesuksesannya mungkin Tuhan punya rencana yg indah dibalik semua cita citanya saluut buat dia yg selalu baik dan penolong “terang  Sridayani Any.

Semoga menginspirasi orang tua agar mengenali dan memahami bakat dan potensi anak kita. Tidak perlu digubris apa kata orang namun berikan yang terbaik buat tumbuh kembang anak kita. Setiap anak itu unik dan memiliki kelebihan plus kekurangan masing-masing.

Maturnuwun

—\Contact KHS/—
Main blog : http://www.setia1heri.com
Secondary blog : http://www.khsblog.net
Other blog : http://www.setia1heri.org
Email : setia1heri@gmail.com ;kangherisetiawan@gmail.com
Facebook:http://www.facebook.com/setia1heri
Twitter : @setia1heri
Instagram : setia1heri
Line@ : @setia1heri.com
Whatsapp : 085608174959
PIN BBM : 5E3C45A0

4 thoughts to “Aku bangga meskipun anakku rangking tetap ke-23”

Tinggalkan Balasan